Fenomena “Bahasa Singkat Super Cepat” di Grup Chat Pelajar Kian Menguat

Purwokerto — Penggunaan bahasa singkat ekstrem seperti “bsk”, “btw”, “nnti”, dan “pke” semakin mendominasi komunikasi di grup chat pelajar. Kebiasaan ini dianggap mempercepat proses mengetik, namun di sisi lain menimbulkan kekhawatiran terkait kemampuan berbahasa formal siswa di sekolah. Seorang siswa SMA yang ditemui menyatakan bahwa ia menggunakan singkatan “karena dalam mengetik di grup lebih cepat dan mudah”, sehingga percakapan menjadi lebih efisien.

Meski demikian, ia mengaku tidak jarang menemui singkatan yang membingungkan karena memiliki makna ganda. “Terkadang memiliki arti berbeda. Misalnya ‘gws’ bisa maksudnya ‘get well soon’, tapi ada teman yang pakai untuk ‘gua wistu’ atau lain-lain, jadi salah paham,” ujarnya. Ia menilai bahwa ketidakjelasan makna ini dapat mengganggu alur komunikasi, terutama ketika digunakan secara berlebihan.

Siswa tersebut juga mengungkapkan bahwa kebiasaan memakai singkatan di chat mulai memengaruhi kemampuannya menulis kalimat formal. “Terkadang hal itu memengaruhi kualitas kalimat, sehingga membuat kalimat formal menjadi sulit dan membutuhkan pemikiran lebih,” katanya. Ia menegaskan bahwa guru Bahasa Indonesia pernah menegur ketika singkatan muncul di tugas resmi, meskipun guru mata pelajaran lain cenderung tidak mempermasalahkannya. Menurutnya, kondisi ini membuat sebagian siswa terbiasa menulis tanpa memperhatikan kaidah bahasa yang baik.

Kumpulan Chat singkat dari Whatsapp ( Sumber Dokumentasi/MS )

Ia juga mengakui adanya kekhawatiran bahwa penggunaan singkatan ekstrem bisa “membuat anak-anak lupa cara penulisan Bahasa Indonesia yang benar”. Walau dalam percakapan dengan teman ia mengikuti gaya penulisan grup, ia tetap menjaga penggunaan bahasa baku saat berkomunikasi dengan guru atau dosen. “Saat menghubungi guru, saya menggunakan bahasa lengkap, tetapi ketika berkomunikasi dengan teman, saya bisa memakai bahasa singkatan.” jelasnya.

Fenomena ini juga selaras dengan penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Secondary: Jurnal Inovasi Pendidikan Menengah (2023) yang menunjukkan bahwa kebiasaan intens menggunakan bahasa gaul dan singkatan dapat menurunkan ketepatan ejaan, struktur kalimat, serta konsistensi bahasa formal siswa dalam konteks akademik. Hasil penelitian tersebut menekankan perlunya pendampingan literasi yang adaptif agar pelajar mampu membedakan dengan tegas antara bahasa informal di ruang digital dan bahasa baku yang harus digunakan dalam penulisan formal.

Di tengah perubahan pola komunikasi remaja yang semakin cepat dan digital, fenomena ini mengingatkan bahwa efisiensi tidak selalu sejalan dengan ketelitian berbahasa. Kesadaran konteks dan pembiasaan penggunaan bahasa yang tepat menjadi kunci agar perkembangan media digital tidak menggerus mutu literasi generasi muda.

Editor: Zia Indra Aulia Sundari

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *