Purwokerto — Dalam percakapan digital, stiker WhatsApp kini tak lagi sekadar lucu-lucuan. Banyak stiker yang menyertakan kata-kata seperti “selamat pagi,” “terserah,” atau “capek,” yang digunakan untuk menegaskan emosi dan sikap penuturnya. Fenomena ini menunjukkan bagaimana bahasa visual menjadi bagian penting dalam komunikasi modern.
Sebagai pengamat, saya melihat bahwa stiker dengan teks telah menjadi bentuk ekspresi verbal sekaligus visual. Ketika seseorang mengirim stiker bertuliskan “capek” dengan gambar karakter berwajah lelah, pesan itu menyampaikan makna lebih kuat daripada teks biasa. Kombinasi kata dan gambar membantu memperjelas nada, emosi, dan maksud penutur dalam percakapan.
Fenomena ini banyak ditemukan di kalangan mahasiswa dan remaja yang aktif berkomunikasi melalui WhatsApp. Berdasarkan pengamatan pada obrolan daring dengan teman, stiker berteks digunakan untuk menggantikan balasan singkat seperti “ya,” “tidak,” atau “terserah,” namun dengan nuansa yang lebih ekspresif.
Tren ini muncul karena komunikasi digital sering kali kehilangan unsur nada suara dan ekspresi wajah. Stiker berteks hadir untuk mengisi celah itu—menyampaikan perasaan secara lebih hidup dan mudah dipahami, serta praktis. Dari sisi linguistik, ini menunjukkan adanya multimodalitas, yaitu perpaduan antara kata, gambar, dan konteks sosial yang bersama-sama membangun makna.
Dampak stiker berteks terhadap bahasa yaitu memperkaya cara berkomunikasi di era digital. Ini menegaskan bahwa bahasa bukan hanya soal tulisan, tetapi juga visualisasi dan konteks. Dalam dunia yang semakin cepat dan ringkas, satu stiker bisa menggantikan satu kalimat tanpa kehilangan makna emosionalnya.
