Sumber: Dokumentasi Pribadi
Purwokerto – Fleksibilitas waktu menjadi alasan utama sebagian mahasiswa memilih kelas sore untuk menempuh pendidikan tinggi. Sistem ini dianggap mampu menyesuaikan kebutuhan individu yang ingin tetap produktif di luar kegiatan akademik, baik untuk bekerja maupun mengembangkan diri. Kelas sore memberikan kesempatan bagi mahasiswa usia produktif untuk melanjutkan pendidikan tanpa meninggalkan pekerjaan. Sistem ini juga menumbuhkan kemandirian, kedisiplinan, serta kemampuan mengatur waktu, yang menjadi bekal penting dalam dunia profesional.
Ika (26 tahun), mahasiswa kelas sore di salah satu perguruan tinggi swasta di Purwokerto, menuturkan bahwa keputusan melanjutkan pendidikan di tengah kesibukan bekerja merupakan langkah penting untuk pengembangan karier. “Saya ingin tetap bekerja dan melanjutkan pendidikan agar karier saya semakin berkembang,” ujarnya. Ia membagi waktu dengan membuat jadwal prioritas antara pekerjaan dan kuliah, termasuk belajar pada malam hari. Bagi Ika, fleksibilitas waktu kuliah sore sangat membantu menjaga keseimbangan antara tanggung jawab profesional dan akademik.
Sementara itu, Putra (21 tahun), mahasiswa kelas sore yang belum bekerja, memiliki alasan berbeda. Ia memilih waktu kuliah sore untuk memberi ruang pada kegiatan pagi hari seperti magang, hobi, atau belajar keterampilan lain. “Saya ingin memiliki waktu pagi untuk kegiatan lain seperti hobi, magang, atau belajar hal baru,” katanya. Putra menilai suasana belajar di kelas sore lebih kondusif karena jumlah mahasiswa lebih sedikit, sehingga diskusi dengan dosen menjadi lebih terbuka dan aktif.
Kedua mahasiswa tersebut menilai bahwa persepsi masyarakat terhadap kelas sore perlu diluruskan. Menurut mereka, kuliah sore tidak lebih mudah dibandingkan kelas pagi karena bobot materi, tugas, dan evaluasinya tetap sama. Tantangan justru terletak pada kemampuan menjaga konsentrasi di malam hari setelah beraktivitas sejak pagi. Fenomena mahasiswa kelas sore mencerminkan perubahan paradigma pendidikan tinggi yang semakin adaptif terhadap kebutuhan mahasiswa. Kelas sore memberi ruang bagi mereka yang ingin mengatur waktu belajar sesuai situasi pribadi. Fleksibilitas ini menjadi cerminan semangat pembelajaran sepanjang hayat, di mana proses belajar dapat berjalan berdampingan dengan pekerjaan maupun aktivitas lain.
Mahasiswa kelas sore dituntut untuk mampu mengatur waktu dan energi dengan bijak agar tetap produktif. Mereka belajar tidak hanya melalui materi kuliah, tetapi juga melalui pengalaman mengelola tanggung jawab ganda. Perguruan tinggi yang menyediakan perkuliahan sore berperan penting dalam menciptakan sistem belajar yang inklusif dan relevan bagi beragam latar belakang mahasiswa. Melalui contoh seperti Ika dan Putra, terlihat bahwa kelas sore bukan pilihan kedua, melainkan bentuk nyata komitmen mahasiswa terhadap pendidikan dan pengembangan diri. Kemandirian, tanggung jawab, dan semangat belajar menjadi nilai utama yang tumbuh dari sistem ini.
Editor: Khansa Rufi Khafizah
