
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Purwokerto – Dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sekaligus ahli komunikasi, Siti Machmiyah, yang akrab disapa Mia, menilai bahwa maraknya penggunaan media sosial sebagai sumber informasi pengasuhan perlu disikapi dengan bijak. Menurutnya, media sosial sekarang memang telah menjadi rujukan utama bagi para orang tua, khususnya dalam mencari panduan parenting. Namun, tidak semua sumber dapat dipercaya. “Ada yang kredibel, ada yang tidak. Yang penting, menyesuaikan dengan konteks dan carilah sumber yang relevan, mudah, serta tidak menyulitkan,” ujarnya saat diwawancarai pada Rabu (9/10).
Fenomena ini tidak lepas dari logika kapitalisme yang bekerja dalam algoritma media sosial. Akun-akun parenting berlomba-lomba menarik perhatian audiens melalui konten yang menarik untuk mendapatkan followers dan likes. “Media sosial bekerja dengan logika kapitalisme. Semakin banyak interaksi, semakin besar peluang keuntungan,” Jelasnya.
Konten-konten yang menarik dengan bahasa, simbol, dan gambar yang mempengaruhi audiens, menurut perspektif komunikasi, menjadi tanda-tanda yang berperan besar dalam membentuk persepsi orang tua terhadap pengasuhan anak. “Bahasa dan simbol adalah bagian dari komunikasi. Semakin sesuai dengan persepsi audiens, pesan pengasuhan akan lebih mudah untuk diterima,” ungkapnya.
Namun, dosen UNY ini menyoroti efek psikologis dari maraknya konten parenting digital. Hal ini membuat para orang tua cemas dan takut salah dalam mendidik anaknya karena terpengaruh oleh standar ideal yang disebarkan akun-akun tersebut. “Logika media sosial terkadang memang sengaja dibuat untuk menimbulkan kecemasan agar orang tua terus mengonsumsi konten mereka. Idealitas orang tua tidak bisa ditentukan oleh ukuran media sosial,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa perubahan pola asuh dari tradisi turun temurun menuju pola digital merupakan pergeseran budaya komunikasi yang wajar di era sekarang. Meskipun begitu, Mia menekankan pentingnya literasi digital bagi orang tua agar tidak terpengaruh oleh dunia maya. “Orang tua yang sudah Settle dengan pengetahuan pengasuhannya dan menyesuaikan dengan kondisi anak tidak akan mudah goyah. Yang tahu pengasuhan terbaik untuk anak kita ya diri kita sendiri,” tambahnya.
Tidak ada salahnya memanfaatkan media sosial sebagai ruang belajar yang positif, selama informasi yang diambil relevan dan tidak menimbulkan tekanan psikologis. Tetapi jika menimbulkan reaksi sebaliknya, lebih baik untuk dihindari.
Sebagai penutup wawancara, Mia berpesan kepada para orang tua agar tidak mudah terjebak pada citra ideal yang dibangun oleh media sosial. Lakukan riset yang mendalam mengenai informasi yang didapatkan dan terbuka pada informasi serta riset terbaru tanpa menyalahkan pola asuh tradisional karena semuanya sama-sama baik pada masanya. Ia juga mengingatkan pada para influencer untuk lebih berhati-hati dalam menyebarkan konten pengasuhan agar tidak menimbulkan kecemasan yang berlebihan. “Tidak ada orang tua yang sempurna. Menjadi orang tua adalah proses belajar yang tiada henti. Jika orang tua bahagia, anak pun ikut bahagia.”
Editor: Dwi Intan Febriani