Apakah Esport Adalah Olahraga?

EWC (Esport World Cup) (sumber data instagram: @ewc_en)

Perdebatan tentang apakah esport bisa disebut olahraga bukan hal baru. Namun di tengah perkembangan teknologi dan budaya digital, batas antara permainan dan olahraga semakin kabur. Dengan data industri yang menggiurkan dan pengakuan lembaga internasional, pertanyaan ini tidak lagi soal “boleh atau tidak”, melainkan “sejauh mana esport layak disebut olahraga”.

Lembaga Internasional
Komite Olimpiade Internasional (IOC) kini mulai membuka pintu bagi kompetisi digital. Mereka telah menggelar Olympic Virtual Series dan sedang mempersiapkan Olympic Esports Games sebagai ajang resmi. Meski belum disetarakan dengan olahraga tradisional, langkah ini menjadi pengakuan bahwa kompetisi digital memiliki nilai dan potensi global yang nyata.

Fakta Ekonomi dan Audiens
Menurut laporan Newzoo (2024), pendapatan pasar gim dunia mencapai sekitar USD 187,7 miliar. Dari jumlah itu, segmen esports menyumbang pertumbuhan signifikan melalui sponsor, hak siar, dan turnamen global. Data dari Esports Charts mencatat bahwa penonton turnamen besar seperti League of Legends World Championship dan Mobile Legends M-Series mencapai ratusan juta jam tontonan.
Dengan skala sebesar itu, sulit menampik bahwa esport sudah memiliki struktur ekonomi dan ekosistem profesional seperti olahraga lainnya.

Unsur Fisik dan Kognitif
Walau tak menuntut kekuatan otot seperti sepak bola, pemain esport profesional tetap menghadapi tekanan fisik dan mental tinggi. Penelitian dari jurnal MDPI (2024) menunjukkan bahwa detak jantung pemain bisa meningkat hingga level latihan sedang saat bertanding. Koordinasi mata dan tangan, kecepatan refleks, serta fokus berjam-jam adalah bagian dari latihan rutin mereka. Bahkan, tim-tim profesional kini mewajibkan program kebugaran fisik untuk menjaga konsentrasi dan mencegah kelelahan.

Pengakuan Resmi di Berbagai Negara
Korea Selatan, China, dan beberapa negara Eropa telah menetapkan esport sebagai cabang olahraga resmi. Langkah ini memungkinkan adanya federasi, pelatihan nasional, serta partisipasi atlet dalam ajang internasional. Indonesia pun mulai mengikuti jejak itu, dengan adanya PBESI (Pengurus Besar Esports Indonesia) di bawah naungan KONI, yang secara legal membina atlet esport nasional.

Pro dan Kontra
Pihak pendukung menyebut esport memenuhi semua unsur olahraga: kompetisi, latihan, strategi, serta penonton. Sementara pihak yang menolak menilai, tanpa aktivitas fisik intens, esport hanyalah permainan modern. Ada juga yang berargumen bahwa variasi genre gim membuat definisinya terlalu luas untuk disatukan dalam kategori olahraga.

Kesimpulan
Esport adalah bentuk olahraga modern berbasis kognitif dan teknologi. Ia menuntut kemampuan berpikir cepat, refleks presisi, dan stamina mental tinggi. Walau belum sepenuhnya sejajar dengan cabang olahraga tradisional, dunia kini bergerak menuju pengakuan resmi bahwa olahraga tidak selalu berarti menggerakkan seluruh tubuh—kadang, cukup dengan menggerakkan pikiran dan jari.

Sumber Data:

Laporan Newzoo “Global Games Market Report 2024” (free version) → https://newzoo.com/resources/trend-reports/newzoos-global-games-market-report-2024-free-version Newzoo+2Newzoo+2

Data ringkasan “global games market akan menghasilkan USD 187,7 miliar pada 2024” – artikel Newzoo blog. Newzoo+1

Pernyataan International Olympic Committee (IOC) tentang “Olympic Esports Games” → https://olympics.com/ioc/news/ioc-statement-on-the-olympic-esports-games

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *