
Majenang – Balai Benih Ikan (BBI) Majenang merupakan balai benih ikan lokal yang berada di bawah naungan langsung dinas daerah Kabupaten Cilacap. Aris Purnomo bersama rekan-rekannya konsisten mengelola Balai Benih Ikan (BBI) Majenang agar terus berproduksi dan memberikan kontribusi bagi pembudidaya ikan di wilayah Cilacap bagian barat. Mereka tetap menjalankan kegiatan pembenihan meskipun menghadapi keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia.
Sejak ditugaskan pada tahun 2008, Aris Purnomo, yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang perikanan, menjadi salah satu sosok penting dalam memastikan kegiatan pembenihan ikan di BBI berjalan dengan baik.
Aris mengungkapkan bahwa saat ini BBI Majenang memfokuskan kegiatan pada pembenihan ikan gurame (Osphronemus gouramy) dan nila (Oreochromis niloticus).
Ia bersama tim kecilnya melakukan seluruh proses mulai dari pemijahan, perawatan telur, penetasan, hingga pendederan benih. Meskipun sarana dan prasarana belum sepenuhnya memadai, mereka tetap menjaga kualitas produksi dengan memperhatikan kebersihan kolam, suhu air, serta pemberian pakan alami untuk larva ikan.
“Kualitas air menjadi kunci utama. Kami mengupayakan kestabilan suhu dan oksigen demi pertumbuhan benih yang maksimal,” ujar Aris.
Ia menjelaskan bahwa pengelolaan air di BBI masih bersifat sederhana, hanya melalui proses pengendapan dan penyaringan fisik tanpa sistem filtrasi biologis maupun kimia yang idealnya digunakan dalam pembenihan ikan modern. Meski demikian, pendekatan tersebut dinilai cukup efektif untuk mempertahankan kualitas air dan mencegah kematian massal pada larva ikan.
Dalam sekali siklus pembenihan, Aris mampu menghasilkan 1.500 hingga 8.000 ekor benih gurame dari satu ekor indukan dengan tingkat keberhasilan pendederan pertama mencapai sekitar 80 persen.

“Kami menjaga kadar oksigen menggunakan aerator, mengatur suhu dengan pemanas air, dan melakukan sterilisasi sebelum media digunakan,” jelasnya saat ditemui di lokasi BBI.

Aris tidak menampik bahwa pekerjaannya penuh tantangan. Ia bersama empat rekannya, yaitu dua ASN, dua honorer, dan satu tenaga lapangan, harus mengelola lahan seluas 2,4 hektare. Kendala seperti penyakit ikan, perubahan cuaca ekstrem, dan kanibalisme antarbenih sering kali menjadi hambatan utama.
“Ketika kualitas air menurun atau suhu berubah drastis, ikan bisa stres dan mudah terserang penyakit. Karena itu, kami rutin memberi vitamin dan probiotik untuk menjaga daya tahan ikan,” ungkapnya.
Bagi Aris, menjadi pengelola BBI bukan sekadar pekerjaan, melainkan bentuk pengabdian kepada masyarakat. Ia melihat potensi besar sektor perikanan dalam meningkatkan kesejahteraan pembudidaya dan membuka peluang ekonomi baru di daerah.
“Harapan saya, semakin banyak anak muda yang tertarik menekuni bidang perikanan. Modalnya memang kerja keras dan kesabaran, tetapi hasilnya sangat menjanjikan,” tutur Aris dengan penuh semangat.
Editor : Barginia Anindya Maharani