(Dokumen Pribadi)
Purwokerto— Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) Universitas Jendral Soedirman menggelar kuliah umum bertema “Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) sebagai Wajah Indonesia di Dunia” pada Kamis (24/10). Kegiatan ini menghadirkan narasumber Dr. Ari Kusmiatun, M.Hum., dosen Universitas Negeri Yogyakarta sekaligus Ketua Asosiasi Pengajar dan Pegiat BIPA (APP BIPA) Yogyakarta.
Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Dalam sambutannya, Kaprodi menyampaikan harapannya agar kegiatan ini dapat memperluas wawasan mahasiswa mengenai pembelajaran BIPA dan membuka peluang bagi mereka untuk berkiprah di ranah internasional. “Mahasiswa PBI perlu memahami bahwa bahasa Indonesia kini telah menjadi bahasa global yang dipelajari oleh banyak bangsa di dunia,” ujar Kaprodi.
Kegiatan diawali dengan senam konsentrasi yang membuat suasana belajar lebih segar dan interaktif. Setelah itu, Ari Kusmiatun memaparkan materi secara menarik dan diselingi berbagai contoh pembelajaran BIPA di luar negeri. Ia menjelaskan bahwa BIPA merupakan pembelajaran bahasa Indonesia yang direncanakan secara sadar, terarah, dan terorganisasi bagi penutur asing, sebagaimana dikemukakan oleh Suyitno (2005).
“BIPA is a window, a door, or a gate to international exposure,” ujar Ari Kusmiatun. Menurutnya, melalui pengajaran BIPA, dunia dapat mengenal Indonesia lebih dalam, tidak hanya dari sisi bahasa, tetapi juga budaya dan nilai-nilai bangsa.
Dalam penyampaiannya, Ari Kusmiatun juga menyoroti beberapa fakta menarik tentang bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki lebih dari 270 juta penutur, termasuk sebagai bahasa keempat terbesar di dunia, pernah menjadi bahasa ketiga yang paling banyak digunakan di platform WordPress, berstatus sebagai bahasa resmi dalam sidang UNESCO, dan kini dipelajari di lebih dari 57 negara melalui program BIPA.
Selain membahas konsep dasar, Ari Kusmiatun juga menjelaskan aspek-aspek utama pembelajaran BIPA, yaitu learner (pembelajar), teacher (pengajar), media pembelajaran, bahan ajar, kurikulum dan silabus, serta evaluasi. Ia menegaskan bahwa menjadi pengajar BIPA tidak hanya menuntut penguasaan bahasa Indonesia, tetapi juga kreativitas dan kemampuan beradaptasi dengan kebutuhan pembelajar asing.
“Seorang pengajar BIPA harus mampu mengajar dengan lafal yang jelas, nada yang tepat, dan menggunakan berbagai media pembelajaran yang menarik. Selain itu, guru harus memberi banyak waktu bagi pembelajar untuk praktik, bukan hanya mendengarkan teori,” jelasnya.
Ari Kusmiatun juga memperkenalkan beberapa media digital yang bisa digunakan dalam pembelajaran BIPA, seperti Wordwall, Duolingo, LearningApps.org, dan Blooket. Ia menambahkan bahwa pengajaran BIPA tidak selalu harus berlangsung di ruang kelas, tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan budaya dan interaksi sosial yang melibatkan langsung pembelajar dengan masyarakat Indonesia.
Salah satu peserta, Sofia, mahasiswa semester tiga Pendidikan Bahasa Indonesia, mengaku sangat terinspirasi oleh kegiatan tersebut.
“Saya baru tahu kalau BIPA itu bukan hanya soal mengajar bahasa, tetapi juga mengenalkan budaya Indonesia ke dunia. Kegiatan ini sangat membuka wawasan dan membuat saya tertarik menjadi pengajar BIPA di luar negeri suatu hari nanti,” ungkap Sofia.
Melalui kuliah umum ini, mahasiswa diajak untuk memahami bahwa BIPA merupakan bagian penting dari diplomasi budaya Indonesia di kancah global. Kegiatan yang berlangsung dengan suasana hangat dan interaktif ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat mahasiswa untuk menjadi duta bahasa Indonesia bagi dunia.
Editor:Barginia Anindya Maharani
