Cilacap – Brekecek, kuliner khas Cilacap yang dulunya hanya dikenal di warung-warung pesisir, kini menjelma menjadi ikon kuliner daerah. Masakan dengan cita rasa pedas gurih ini awalnya berbahan dasar kepala ikan jahan, namun dalam perkembangannya semakin bervariasi dengan daging ikan hingga ayam. Popularitasnya terus meningkat hingga akhirnya ditetapkan sebagai makanan khas Cilacap melalui Surat Keputusan Bupati Cilacap Nomor 556/501/18/Tahun 2014 tertanggal 6 November 2014.
Nama brekecek berasal dari bahasa Ngapak , yakni kata “Brek” yang berarti dijatuhkan dan kata “Kecek” yang berarti dicampur. Istilah ini merujuk pada teknik memasak dengan cara menjatuhkan bahan dasar ikan ke dalam bumbu yang sudah dicampur air hingga matang dan mengeluarkan aroma khas.
Menurut Asih, salah satu penjual brekecek di Cilacap, sejarah penggunaan kepala ikan jahan berawal dari kebiasaan masyarakat pesisir memanfaatkan bagian ikan jahan yang tersisa setelah diolah menjadi ikan asin jambal roti. Bagian kepala yang sering dianggap tidak bermanfaat kemudian dimasak dengan bumbu rempah dan menghasilkan hidangan baru. “Daripada terbuang, akhirnya kepala ikan ini dimasak menjadi brekecek. Ternyata rasanya enak sekali, apalagi kalau diseruput daging dan sisa sumsum di sela-sela tulang kepala,” kata Asih saat ditemui, Senin (9/9).
Seiring meningkatnya permintaan, variasi mulai bermunculan. Tidak semua orang menyukai kepala ikan, sementara permintaan brekecek kian tinggi. Kepala ikan jahan pun tidak selalu tersedia, sehingga daging ikan lain seperti ikan salmon, ikan tuna, ikan lumadang, dan ikan kembung menjadi pilihan alternatif. “Daging ikan di Cilacap cukup melimpah, jadi bisa jadi solusi. Rasanya juga tidak kalah dengan brekecek kepala ikan jahan,” ujar Asih.
Meski ada inovasi, brekecek kepala ikan tetap dianggap paling autentik. Bagi penggemar setia, proses memecah tulang dan menyeruput daging di sela kepala ikan menghadirkan pengalaman makan yang khas. Sensasi inilah yang membuat sebagian orang tetap mencari versi asli brekecek.
Dari segi bumbu, tidak ada perbedaan antara brekecek kepala ikan, daging ikan, maupun ayam. Asih menyebut rempah seperti ketumbar, bawang putih, bawang merah, kemiri, jahe, kunyit, cabai merah besar, cabai rawit, serai, lengkuas, daun salam, daun jeruk, hingga asam jawa sebagai kunci cita rasa. Ia menambahkan, teknik menumbuk bumbu lebih disarankan daripada menggunakan blender. “Kalau ditumbuk, aroma rempah lebih keluar. Saat dimasak juga jangan terlalu sering diaduk supaya rasanya tetap kuat dan bumbu meresap,” jelasnya.

Permintaan terhadap brekecek terus meningkat dalam kurun waktu satu windu terakhir. Banyak UMKM dan warung makan menjadikannya menu utama, sehingga turut membantu menggerakkan ekonomi masyarakat. Brekecek kini tak hanya tersaji di warung sederhana, tetapi juga masuk ke restoran hingga hotel. Wisatawan luar kota bahkan menjadikannya sebagai salah satu kuliner yang wajib dicicipi ketika singgah di Cilacap.
Peningkatan popularitas ini membuat para penjual gencar berinovasi. Promosi melalui media sosial menjadi strategi baru agar brekecek lebih dekat dengan generasi muda. Tampilan makanan yang lebih modern dan kemasan menarik diharapkan bisa menjangkau konsumen yang lebih luas.
Meski muncul banyak variasi, masyarakat tetap menilai bahwa ciri khas brekecek ada pada paduan bumbu yang kuat. Selama cita rasa dasar itu terjaga, inovasi justru dianggap sebagai langkah penting untuk memperpanjang usia kuliner ini. Inovasi bahan membuat brekecek bisa menyesuaikan diri dengan selera zaman tanpa kehilangan identitasnya sebagai masakan khas pesisir Cilacap.
Kini, brekecek bukan hanya sekadar menu makan siang warga setempat, tetapi sudah menjadi identitas kuliner Cilacap. Dari bahan sederhana yang dulu dianggap limbah, brekecek berkembang menjadi hidangan yang dikenal luas. Dengan aroma rempah dan rasa pedas gurih yang khas, kuliner ini terus bertahan di tengah arus modernisasi dan siap menempuh perjalanan lebih jauh sebagai salah satu wajah kuliner Nusantara.
Editor: Alvina Putri Rustanti