(Sumber: Pixabay (2017))
Fenomena childfree atau keputusan untuk tidak memiliki anak kini menjadi topik yang hangat diperbincangkan di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda perkotaan. Melalui media sosial, diskusi ini terus berkembang dan memunculkan berbagai pandangan tentang makna keluarga, tanggung jawab, dan kebebasan individu. Di tengah perdebatan tersebut, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa fenomena ini bukan sekadar tren, melainkan cerminan perubahan sosial yang nyata.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2022 yang dirilis oleh BPS, sekitar 8 persen perempuan Indonesia berusia 15–49 tahun tercatat memilih untuk tidak memiliki anak. Dari hasil survei tersebut, sekitar 71 ribu perempuan menyatakan tidak berencana memiliki anak, meskipun berada dalam usia produktif dan kondisi pernikahan yang stabil. Temuan ini menunjukkan adanya pergeseran nilai dalam masyarakat, di mana memiliki anak tidak lagi dipandang sebagai kewajiban sosial, melainkan pilihan yang disesuaikan dengan kesiapan dan kondisi individu.
Faktor ekonomi menjadi salah satu alasan utama yang mendorong keputusan tersebut. Kenaikan biaya hidup dan pendidikan membuat banyak pasangan muda berpikir ulang sebelum memiliki anak. Selain itu, faktor psikologis dan sosial juga berperan. Sebagian perempuan merasa belum siap menanggung tanggung jawab emosional sebagai orang tua, sementara sebagian lainnya memilih fokus pada karier, pendidikan, atau pengembangan diri. Tren ini paling banyak ditemukan di kalangan profesional muda di wilayah perkotaan, di mana tekanan pekerjaan dan biaya hidup tinggi membuat pilihan childfree terasa lebih realistis.
Fenomena childfree mencerminkan perubahan cara pandang terhadap keluarga dalam masyarakat modern. Keluarga kini tidak lagi semata-mata diukur dari jumlah anggota, tetapi dari kualitas hubungan dan kesejahteraan yang tercipta di dalamnya. Dalam konteks sosial, meningkatnya jumlah perempuan yang memilih childfree dapat dimaknai sebagai bentuk adaptasi terhadap realitas kehidupan masa kini, bukan bentuk penolakan terhadap nilai budaya atau agama.
Masyarakat perlu menyikapi fenomena ini dengan bijak. Perbedaan pilihan hidup tidak seharusnya dihadapi dengan penghakiman, melainkan dengan pemahaman bahwa nilai sosial selalu berkembang seiring perubahan zaman. Childfree sebaiknya dipandang sebagai refleksi kesadaran baru terhadap tanggung jawab, kesejahteraan, dan kebebasan individu dalam menentukan arah hidupnya.
Pada akhirnya, keputusan untuk memiliki atau tidak memiliki anak adalah hak pribadi yang harus diambil dengan penuh kesadaran. Keseimbangan antara kebebasan individu dan penghormatan terhadap nilai sosial menjadi kunci menjaga harmoni di tengah perubahan nilai-nilai masyarakat Indonesia yang terus berkembang.
Editor: Rizqi Khoirunnisaa Afriana
