Datangi Komisi III DPR RI, Korban Ungkap Dugaan Kasus Perundungan dan Pelecehan di SMA Binus Simprug

Jakarta Dugaan perundungan dan pelecehan yang dialami salah satu siswa SMA Binus Simprug, Jakarta Selatan kini menjadi sorotan publik. Pasalnya, korban melaporkan kasus dugaan perundungan dan pelecehan ke Polres Jakarta Selatan bersama kuasa hukumnya. Hal ini membuat Komisi III DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat, mendatangkan tiga pihak yang terlibat termasuk korban berinisial RE (16) yang diduga menjadi sasaran perundungan dan pelecehan teman-teman di sekolahnya. RE (16) mengungkap dirinya menjadi korban bullying sejak awal masuk sekolah, sekitar bulan November 2023 hingga Januari 2024 lalu.

“Ketika saya baru pertama kali masuk ke sekolah di bulan November 2023 itu saya sudah mendapatkan bullying secara verbal yang tiada hentinya selalu di-bully di depan umum, di depan siswa laki-laki, di depan siswa perempuan bahkan di depan guru,” ungkap RE selaku pelapor kasus perundungan.

Ditemukan sejumlah rekaman video CCTV, salah satunya terdapat di kantin. Dalam video tersebut, terlihat adanya perlakuan fisik antara korban dengan salah satu siswa yang dikelilingi oleh segerombolan siswa lain. RE (16) mengaku dirinya sering mendapat perlakuan intimidasi, perundungan, bahkan pelecehan seksual dari teman-temannya.

Sumber: kompas.id

“Mereka 20-30 orang selalu menghampiri saya bersama-sama. Bahkan mereka melakukan pelecehan juga kepada saya di bulan pertama saya sekolah di bulan November 2023. Terpapar jelas bahkan saya rasa di CCTV, tetapi kenapa sekolah tidak pernah mengungkap CCTV itu. Kenapa sekolah hanya menunjukkan bukti-bukti atau video yang hanya menguntungkan pihak mereka dan bisa memutar balikkan semua fakta. Sementara saya, saya hanya anak bangsa yang bisa berharap keadilan dan mewakili para korban bully di luar sana. Saya dari awal, kemaluan saya dipegang-pegang di depan perempuan, di depan laki-laki. Kemaluan saya dipegang, pantat saya dipegang, di depan kelas, di muka umum, bahkan banyak CCTV di sana saya yakin sih banyak di sana,” kata RE dengan suara menahan tangis.

Di hari yang sama, korban berinisial RE (16) digiring oleh belasan anak dari kantin menuju toilet sekolah yang berada di lantai 4. Di dalam, korban mengalami aksi intimidasi dari seorang anak berinisial KA yang diklaim sebagai ketua geng. Lalu, sehabis itu terjadilah aksi pemukulan yang dilakukan secara bergiliran.

“Dia suruh ketua gengnya yang berinisial KA ini, dia suruh sahabatnya yang berinisial R untuk maju, untuk memukul saya. Dan disana saya dipukul berulang kali di muka dan disana saya melakukan pembelaan agar minimal saya masih bisa melindungi muka saya. Dan saya sangat terancam dan terintimidasi, saya merasa sangat takut pada saat itu. Dari awal saya sudah digiring oleh mereka yang jumlahnya ada belasan orang itu dan badan mereka gede-gede,” ucap korban berinisial RE.

Keterangan yang disampaikan korban, dibantah oleh kuasa hukum terlapor. Menurut Rasamala Ari Tonang selaku kuasa hukum terlapor, kejadian tersebut merupakan sebuah kesepakatan untuk melakukan duel antara anak pelapor dengan terlapor.

“Tidak ada pengeroyokan pak. Jadi sekali lagi, tidak ada pengeroyokan. Kita bisa lihat, di dalam video tadi yang diputar, bagaimana secara suka rela masing-masing murid masuk kemudian ada kesepakatan didalamnya untuk melakukan perkelahian satu lawan satu. Jadi itu jelas didalam video tadi,” ujar Ari Tonang bersikukuh.

Pembantahan dari kuasa hukum terlapor pun berlanjut, ia menyatakan bahwa anak pelapor atau korban berinisial RE mengajak mereka untuk berduel.

“Berbicara, berkomunikasi, dengan murid lain yang ada dalam video tadi menyampaikan tantangan atau menyampaikan bahwa ajakan untuk berduel. Jadi perklaimannya itu sebenernya dari keterangan-keterangan yang disampaikan oleh murid-murid itu justru diminta oleh dari anak pelapor untuk adu, untuk duel,” ucap Ari Tonang.

Keanehan pun terjadi saat polisi membacakan laporan korban, namun terdengar seperti versi dari pihak terlapor yang menyatakan bahwa kejadian tersebut adalah duel yang disepakati, bukan perundungan.

“Yang dilaporkan adalah peristiwa pada tanggal 30 Januari 2024 di Sekolah Binus Simprug. Dimana pada saat itu korban bersama para telapor yang juga kawan sekolahnya sedang berada di kantin membicarakan pertandingan boxing resmi 2 sekolah. Kemudian mereka merencanakan tanding boxing selama 5 detik dan dilakukan antara Muhammad… Mohon izin, inisialnya saja MBRYM kemudian dengan RE di toilet lantai 4,” kata Ade Rahmat selaku Kapolres Metro Jakarta Selatan.

Benika Harman, selaku politisi dari Partai Demokrat pertanyakan peran Kepala sekolah yang seharusnya bisa melindungi siswa dari bullying dan pengeroyokan. Ia juga menanyakan peran polisi dan menganggap polisi tak berpihak pada korban perundungan.

“Mengapa Kepala sekolah diam? Kok, sepertinya Kepala sekolahnya membiarkan anak ini dibully, dikeroyok dan bagi saya aneh. Yang aneh ini yang tidak diungkapkan. Kalau bisa diungkap saja aneh itu. Bagaimana anak SMA dibully, dikeroyok oleh segerombolan anak yang tidak jelas siapa. Mana polisi? Inilah contoh, hukum tajam ke bawah, tajam ke anak kecil orang kecil, tetapi tumpul ke atas, tumpul ke gerombolan tadi. Jangan sampai hukum lumpuh di hadapan gerombolan itu,” kata Benika Harman.

Sementara itu, Sari Yulianti selaku politisi dari Partai Golkar memberi peringatan kepada semua pihak untuk berpegang teguh pada kebenaran dan berani mengakui kesalahan.

“Kita harus benar-benar menempatkan persoalan ini seadil-adilnya, karena ini adalah tentang masa depan anak-anak kita. Kita tidak boleh memihak atau bahkan mengarang-ngarang cerita baik pihak manapun nih ya, pihak manapun kita harus benar-benar mendudukan persoalan ini ke yang sebenar-benarnya. Jangan kita ajarkan anak kita, praktek-praktek tidak baik. Kalau memang anak kita salah, kita bilang salah, kalau anak kita tidak salah, kita bilang tidak salah. Tidak perlu ada yang ditutup-tutupi,” ucap Sari Yulianti.

Kasus perundungan ini menjadi sorotan publik dan viral di media sosial, terlebih insiden tersebut terjadi di salah satu sekolah elit Jakarta Selatan yang seharusnya memberikan pendidikan yang baik termasuk dalam hal perilaku siswanya. Korban berharap agar empat terduga pelaku yang dilaporkan dapat segera diproses secara hukum dan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukannya.

Sumber: tempo.co

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *