Purbalingga — Penerapan konsep deep learning dalam Kurikulum Merdeka kini menjadi fokus utama dalam dunia pendidikan Indonesia. Pendekatan ini dinilai dapat mendorong siswa untuk memahami konsep secara mendalam, bukan sekadar menghafal, namun implementasinya di sekolah kejuruan masih menghadapi sejumlah kendala.
Menurut Indri Setiyani, guru mata pelajaran Projek Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) SMK Negeri 1 Bukateja, deep learning adalah pendekatan yang baik karena mendorong siswa untuk berpikir kritis dan memahami konsep secara menyeluruh, bukan sekadar menghafal. Namun, penerapannya membutuhkan kesiapan guru dan sarana belajar yang memadai.
Meski demikian, penerapan deep learning tidak selalu berjalan mulus. Siswa SMK umumnya lebih terbiasa dengan pembelajaran praktik, sehingga kemampuan berpikir analitis dan reflektif masih perlu ditingkatkan. Selain itu, keterbatasan waktu belajar serta fasilitas pendukung menjadi hambatan lain yang perlu diperhatikan sekolah.
Sejalan dengan tujuan Kurikulum Merdeka yang menekankan pembelajaran berbasis proyek, guru dituntut untuk lebih kreatif dan adaptif. Penerapan deep learning menuntut perubahan paradigma, baik bagi pendidik maupun peserta didik, dari pola belajar pasif menuju aktif dan eksploratif.
Indri optimis jika dengan pelatihan berkelanjutan bagi guru dan dukungan dari pihak sekolah, pembelajaran berbasis deep learning dapat berjalan efektif.
“Kalau guru sudah terbiasa memancing siswa dengan pertanyaan yang menantang dan mendorong diskusi, lama-lama siswa akan terbiasa,” jelasnya.
Penerapan deep learning dalam Kurikulum Merdeka di SMK diharapkan tidak hanya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, tetapi juga menjadikan mereka lebih siap menghadapi dunia kerja yang menuntut pemecahan masalah secara mandiri dan kreatif.
