Tanjung Pinang – Digitalisasi telah mengubah wajah industri perbankan di Indonesia secara signifikan. Kehadiran layanan digital terbukti mampu meningkatkan efisiensi, memperluas inklusi keuangan, serta memberikan layanan yang lebih cepat dan bersifat personal kepada masyarakat. Fenomena ini tampak dari meningkatnya penggunaan transaksi digital seperti QRIS dan e-wallet, sementara penggunaan kartu ATM dan kartu kredit mulai menurun.
Transformasi digital tidak hanya dirasakan di wilayah perkotaan, tetapi juga mulai merambah ke pedesaan. Meski penetrasi internet masih menjadi kendala di beberapa daerah, hadirnya financial technology (fintech) dan bank digital telah membantu memperluas akses layanan keuangan, terutama bagi masyarakat yang sebelumnya sulit dijangkau oleh bank konvensional.
Ahli akuntansi dan perbankan, Vidya Wahyu Rionaldi, A.Md., S.E., Akt., menilai bahwa digitalisasi merupakan peluang besar bagi perbankan untuk semakin dekat dengan masyarakat. “Dengan transformasi digital, layanan perbankan bisa menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat, tidak hanya di perkotaan tetapi juga pedesaan. Hal ini mempermudah akses layanan keuangan sekaligus mendorong pelaku UMKM berkembang melalui layanan yang lebih sederhana dan efisien,” jelas Vidya. Sejarah perkembangan digitalisasi perbankan di Indonesia dapat ditelusuri sejak 2016, ditandai dengan munculnya dompet digital seperti GoPay dan OVO. Setelah itu, berbagai bank digital hadir menawarkan inovasi layanan, seperti Jenius dan Bank Neo Commerce.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa digitalisasi bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan untuk menjawab perubahan pasar dan tuntutan teknologi. Digitalisasi perbankan membawa banyak manfaat. Nasabah dimudahkan dalam bertransaksi, bank dapat menekan biaya operasional, dan pelaku UMKM memperoleh akses yang lebih luas ke layanan keuangan. Pemerintah juga merasakan keuntungan yang signifikan, terutama dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Transaksi non-tunai dinilai dapat membantu mengurangi peredaran uang kartal berlebih yang kerap menjadi salah satu faktor pemicu inflasi. Selain itu, digitalisasi memperkuat transparansi keuangan dan mendukung kebijakan fiskal yang lebih akurat berbasis data. Meski demikian, tantangan tetap ada. Keamanan siber, rendahnya literasi digital, serta keterbatasan infrastruktur menjadi isu yang harus diatasi oleh perbankan nasional. Untuk menghadapi risiko tersebut, sektor perbankan mulai menerapkan teknologi keamanan canggih seperti biometrik, enkripsi, hingga analisis data guna mendeteksi potensi penipuan.
Vidya menegaskan bahwa transformasi ini bukan hanya soal teknologi, melainkan bagian dari upaya membangun budaya keuangan yang lebih modern. “Pada akhirnya, digitalisasi keuangan dan perbankan hadir sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat akan layanan yang lebih cepat, aman, dan efisien. Proses ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga bagaimana perbankan beradaptasi dan terus mengedukasi masyarakat agar dapat memanfaatkannya dengan bijak, kapan pun dan di mana pun,” pungkasnya.
Di masa mendatang, arah perbankan di Indonesia diprediksi akan semakin digital dan inklusif. Teknologi kecerdasan buatan (AI), blockchain, dan big data analytics diyakini akan semakin berperan penting dalam menciptakan layanan yang lebih efisien, personal, sekaligus adaptif terhadap kebutuhan masyarakat. Transformasi ini diharapkan mampu memperkuat sistem keuangan nasional yang modern, inklusif, dan berdaya saing global.
Editor: Naifa Versyandari