Dunia Sastra sebagai Ruang Kreativitas dan Pengembangan Diri Mahasiswa

Dokumentasi

Purwokerto — Sastra bukan sekadar permainan kata atau rangkaian bahasa yang indah. Sastra adalah cermin batin manusia yang menjadi tempat mencurahkan gagasan, perasaan, dan harapan dengan cara yang jujur.

Menulis adalah cara untuk mengenal dan memahami diri sendiri. Puisi menjadi ruang untuk menenangkan pikiran, sedangkan cerita pendek (cerpen) menggambarkan kehidupan dalam bentuk yang singkat, tetapi bermakna. Menulis bukan hanya kegiatan kreatif, tetapi juga cara untuk merawat diri. Melalui tulisan, seseorang bisa mengungkapkan emosi dan pikiran yang sulit disampaikan secara langsung. Sebuah artikel berjudul “Perspektif Psikologi dalam Ragam Hal Positif Keterampilan Menulis” menunjukkan bahwa menulis dapat membantu seseorang mengelola emosi dan memperbaiki kesejahteraan mental. Artinya, kegiatan menulis termasuk menulis puisi dan cerpen tidak hanya menghasilkan karya, tetapi juga membantu proses refleksi dan penyembuhan batin.

Pandangan ini terlihat dari perjalanan Aflakhul Azmi, mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Jenderal Soedirman asal Banyumas. Kecintaannya pada sastra sudah muncul sejak kecil, berawal dari kebiasaan membaca di perpustakaan sekolah. “Dari situ saya mulai menulis puisi dan cerpen sederhana,” ujarnya. Kebiasaannya menulis kemudian membuahkan hasil. Azmi pernah meraih juara dua lomba puisi tingkat nasional. Pengalaman paling berkesan baginya adalah saat memenangkan lomba menulis secara daring. “Rasanya senang sekali ketika tulisan saya diapresiasi banyak orang,” katanya. Ia juga pernah menulis novel kolaborasi yang berjudul “Love Triangle Between Us” pada tahun 2021. Dalam prosesnya, Azmi menulis secara fleksibel. Jika topiknya ringan dan dekat dengan keseharian, ia menulis tanpa riset. Namun, untuk tema yang lebih berat, ia memerlukan waktu lebih lama untuk mencari referensi. Beberapa karya Azmi sudah dimuat di media cetak maupun daring, seperti Bilfest.id, Wattpad, dan media sosial pribadinya.

Bagi Azmi, menulis bukan sekadar hobi, tetapi juga cara untuk berbagi pemikiran dan kebaikan kepada orang lain. Ia bercita-cita menjadi penulis atau editor buku di masa depan. Meski sudah banyak karya yang dihasilkan, Azmi mengakui bahwa tantangan terbesar justru datang dari dirinya sendiri. “Kadang saya kehilangan ide atau merasa malas. Itu yang paling sulit dilawan,” tuturnya. Ia bersyukur mendapat dukungan dari kampus dan teman-teman yang selalu memotivasi. “Belajar di jurusan sastra membantu saya memahami teori menulis, dan teman-teman selalu memberi semangat,” tambahnya.

Azmi berpesan kepada mahasiswa lain yang ingin menulis, “Teruslah menulis, meski hanya satu paragraf setiap hari. Konsistensi adalah kunci keberhasilan.” Pesan itu menggambarkan semangat dunia sastra sebagai perjalanan panjang untuk mengenal diri, menenangkan hati, dan menyampaikan suara melalui bahasa yang tak lekang oleh waktu.

Editor : Indriani Nurul Istiqomah

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *