Sumber: Dokumen Pribadi
Purwokerto—Fenomena penggunaan bahasa gaul dengan menyisipkan huruf “m” di tengah kata kini semakin populer di berbagai platform digital. Kata-kata seperti ngamkak (ngakak), omke (oke), bomleh (boleh), dan imya (iya) kini mulai muncul sebagai bagian dari gaya komunikasi sebagian remaja Indonesia di media sosial.
Fenomena ini terlihat di berbagai unggahan, komentar, hingga percakapan daring di platform seperti TikTok, Instagram, dan X. Penyisipan huruf “m” digunakan untuk menambah kesan lucu, menghidupkan suasana, serta membuat komunikasi terasa lebih akrab dan unik.
Penggunaan huruf “m” di tengah kata dipandang sebagai bentuk kreativitas berbahasa. Remaja memodifikasi kata asli menjadi bentuk baru yang terdengar unik dan berbeda, sehingga menciptakan kesan humor saat dibaca atau diucapkan. Selain itu, kemunculan bahasa gaul ini juga dipengaruhi oleh budaya meme dan konten komedi pendek yang marak di media sosial.
Tidak hanya di kolom komentar, gaya bahasa ini juga terkadang digunakan dalam percakapan sehari-hari melalui aplikasi pesan singkat. Percakapan seperti “omke beb” atau “ngamkak sumpah” ditemukan di antara kelompok pertemanan remaja.
Meski begitu, Fenomena ini tetap bersifat situasional. Para pengguna menyadari bahwa bahasa seperti ini hanya cocok digunakan dalam konteks informal, seperti hiburan, percakapan santai, atau candaan. Dalam konteks resmi seperti tugas sekolah, surat menyurat, atau kegiatan akademik, kebanyakan remaja tetap kembali menggunakan bahasa Indonesia baku untuk menjaga kesesuaian situasi.
Fenomena penyisipan huruf “m” ini menunjukkan bahwa perkembangan bahasa di ruang digital sangat dinamis. Variasi bahasa baru dapat muncul, menyebar dengan cepat, lalu membentuk identitas komunikasi kelompok tertentu.
Editor: Nadia Qurotul Aini
