Sumber: Dokumen Pribadi
Purwokerto — Seiring dominannya percakapan berlangsung lewat layar ponsel, gaya mengetik kini ikut menentukan bagaimana sebuah pesan diterima. Remaja, sebagai pengguna WhatsApp paling aktif, menjadi kelompok yang paling peka membaca nada dari setiap tulisan yang mereka terima.
Hasil pengamatan terhadap aktivitas komunikasi remaja menunjukkan bahwa pesan dengan gaya ekspresif seperti “okeee” atau “iyaaa” dipersepsikan lebih hangat dan akrab. Sebaliknya, balasan ringkas seperti “ok” atau “ya” tanpa pemanjangan huruf terakhir sering dianggap sebagai tanda sikap dingin atau kurang antusias, meskipun arti sebenarnya belum tentu demikian.
Dalam tahap Pendekatan (PDKT) antarremaja, detail kecil seperti tanda titik, jeda membalas pesan, atau pemilihan kata sering dijadikan dasar membaca ketertarikan seseorang. Tidak sedikit remaja mengaku merasa ragu atau baper hanya karena balasan singkat yang dianggap berjarak.
Pola penyesuaian gaya mengetik juga terlihat dalam hubungan sosial yang berbeda. Ketika berkomunikasi dengan teman sebaya, gaya menulis remaja cenderung santai, penuh emoji, dan dekat dengan bahasa pergaulan. Namun, saat berbicara dengan guru, orang tua, atau sosok yang dihormati, gaya tersebut berubah menjadi lebih formal dan teratur.
Perbedaan kecenderungan juga tampak antara remaja laki-laki dan perempuan. Laki-laki umumnya memilih gaya penulisan yang singkat dan langsung, terutama pada awal perkenalan. Sementara itu, perempuan lebih ekspresif melalui emotikon, modifikasi huruf, serta penggunaan bahasa gaul yang lebih variatif.
Sebagai bagian dari keseharian digital, gaya mengetik telah menjadi penanda emosi sekaligus kedekatan dalam percakapan daring. Memahami pola tersebut membuat remaja lebih berhati-hati menafsirkan pesan yang datang. Pada akhirnya, cara mengetik dapat menentukan arah hubungan bahkan bisa saja membuat sebuah percakapan berhenti hanya karena satu kata yang tampak dingin.
Editor: Syaif Ilhamka Al Hars
