Kecerdasan emosional merupakan kemampuan penting di tengah kehidupan modern yang kian penuh tekanan. Banyak orang tampak berhasil, bergelar tinggi, dan berprestasi, tetapi justru mengalami stres, kecemasan, bahkan kehilangan arah. Tuntutan akademik yang tinggi, tekanan media sosial, ekspektasi keluarga, hingga lingkungan kerja yang semakin kompetitif membuat kehidupan terasa semakin berat.

Apa gunanya mengetahui banyak hal jika kita tidak mampu memahami diri sendiri?
Kecerdasan emosi menentukan sejauh mana seseorang mampu bertahan menghadapi tekanan hidup. Orang yang cerdas secara akademik belum tentu mampu menenangkan diri ketika dihadapkan pada masalah. Emosi yang tidak terkelola dapat membajak rasionalitas. Akibatnya, tidak jarang seseorang mudah gelisah, panik, bahkan kehilangan arah ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Sebaliknya, seseorang yang memiliki kecerdasan emosi tahu kapan harus berhenti,menenangkan diri, serta berpikir jernih sebelum bertindak. Kualitas hidup akan meningkat ketika rasionalitas diberi ruang melalui penguatan kecerdasan emosional.
Namun, kenyataannya tidak semua orang mampu memahami dan mengelola emosinya dengan baik. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2023) menunjukkan bahwa 20% penduduk Indonesia, atau sekitar 54 juta orang, mengalami gangguan mental emosional.
Kondisi ini bahkan lebih mengkhawatirkan di kalangan remaja. Berdasarkan Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS, 2022), sebanyak 34,8% remaja mengalami masalah kesehatan mental. Angka tersebut memberi gambaran nyata bahwa banyak orang kesulitan mengenali dan mengendalikan sisi emosionalnya.
Dalam hidup yang penuh tekanan, kecerdasan emosi menjadi bekal penting agar manusia tetap tenang dan berdaya. Menjadi cerdas bukan hanya tentang kemampuan berpikir, tetapi juga kemampuan memahami dan menerima diri. Ketika seseorang mampu berdamai dengan emosinya, ia akan lebih mudah menata langkah, menghadapi kegagalan, dan menemukan kembali arah hidupnya.
Pada akhirnya, yang membuat seseorang mampu bertahan bukanlah seberapa tinggi nilainya, melainkan seberapa bijak ia memahami dirinya sendiri.
Editor: Linta Nisa Rofiqoh
