Purwokerto – Di tengah dinamika kampus yang penuh aktivitas, mahasiswa kerap dihadapkan pada pilihan penting: aktif berorganisasi atau fokus sepenuhnya pada akademik. Keduanya menawarkan manfaat, tantangan, serta pandangan yang berbeda sehingga membentuk dua pengalaman yang sama-sama valid dalam perjalanan mahasiswa. Hidup di bangku kuliah bukan hanya tentang mengejar prestasi akademik, tetapi juga tentang menentukan arah pengembangan diri. Karena itu, perdebatan mengenai perlu atau tidaknya mahasiswa bergabung dalam organisasi pun kerap muncul di kalangan mahasiswa maupun civitas akademika, mencerminkan beragam cara setiap individu membangun pengalaman kuliahnya.
Mahasiswa organisatoris umumnya memandang organisasi sebagai wadah penting untuk mengasah kemampuan soft skill. “Organisasi membuat saya lebih berani berbicara dan lebih pandai bekerja sama,” ujar Nabila, mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Ia merasa pengalaman berorganisasi akan membantunya menghadapi dunia kerja yang penuh dinamika.
Mahasiswa yang aktif berorganisasi juga mengaku mendapatkan banyak pengalaman berharga. “Selain belajar teori di kelas, saya belajar manajemen waktu, kepemimpinan, dan kerja sama tim saat ikut organisasi. Ini membuka peluang karier di masa depan,” kata Windri, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang aktif di organisasi kemahasiswaan. Meski demikian, mereka tetap menghadapi tantangan besar dalam membagi waktu antara organisasi dan kuliah agar prestasi akademik tetap terjaga.

Namun, sebagian mahasiswa memilih jalan berbeda. Gian, mahasiswa Jurusan Teknologi Laboratorium Medis, menyatakan bahwa fokus pada akademik memberinya ruang belajar yang lebih stabil. “Saya bisa mengatur waktu sendiri tanpa harus mengikuti rapat atau kegiatan mendadak. IPK saya juga lebih terjaga,” ujarnya.
Di sisi lain, ada pula mahasiswa yang lebih memilih fokus pada akademik atau mengikuti program lain seperti magang yang telah disediakan kampus. “Saya memilih untuk fokus kuliah dan mengambil magang karena merasa itu lebih berguna untuk karier saya nanti,” kata Gischa, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris yang tidak aktif berorganisasi. Namun, ia juga menyadari bahwa ada beberapa keterampilan yang mungkin kurang terasah, seperti kepemimpinan dan komunikasi kelompok.
Menurut sejumlah data dan pendapat pakar pendidikan, kedua pilihan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Organisasi memberi ruang bagi mahasiswa untuk belajar kepemimpinan, kerja tim, komunikasi, serta mengelola kegiatan. Sementara itu, fokus akademik menawarkan stabilitas waktu, kesempatan mengeksplorasi minat lain, dan ruang belajar yang lebih terkendali. Setiap mahasiswa memiliki konteks dan beban yang berbeda dalam menjalani perkuliahan.
Pada akhirnya, pilihan untuk berorganisasi atau tidak bukan sekadar soal aktif atau pasif, melainkan tentang bagaimana mahasiswa memahami tujuan dan kapasitas dirinya. Organisasi dapat menjadi ruang berkembang yang penuh tantangan dan pengalaman, tetapi fokus akademik pun merupakan pilihan yang sah. Yang terpenting adalah mahasiswa mampu menentukan jalan yang benar-benar membantu mereka tumbuh, bukan sekadar mengikuti harapan atau tekanan lingkungan.
