Ketika Sastra menjadi Panggilan Jiwa: Refleksi Prof. Teguh Supriyanto

Prof. Dr. RM. Teguh Supriyanto, M.Hum. (Sumber: https://unnes.ac.id/personnel/teguh-supriyanto-en/)

Semarang — Bagi Prof. Dr. RM. Teguh Supriyanto, M.Hum., salah satu guru besar bidang Ilmu Sastra di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, sastra bukan sekadar bidang ilmu, melainkan ruang batin yang mempertemukan manusia dengan nilai, makna, dan jati dirinya. Melalui wawancaranya, ia berbagi kisah dan pemikirannya tentang perjalanan panjang dalam dunia sastra serta pandangannya terhadap generasi muda.

Ketertarikan Prof. Teguh terhadap sastra berawal dari kebiasaan membacanya sejak kecil. Ia mengaku gemar membaca berbagai jenis bacaan dengan topik yang beragam, mulai dari sastra, politik, ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain. Dari kebiasaan membaca itulah, Prof. Teguh memiliki ketertarikan yang kuat terhadap dunia sastra.

“Saya sejak kecil senang membaca, apa saja saya baca. Dari situ, saya memahami bahwa sastra memiliki daya yang luar biasa untuk menggerakkan pikiran dan perasaan manusia. Kehidupan di dunia ini diekspresikan melalui bahasa, maka dari itu membaca menjadi unsur yang terpenting,” ungkapnya.

Dari kegemaran membaca itu, Prof. Teguh kemudian menekuni dunia sastra secara akademik dan profesional. Baginya, sastra bukan hanya soal keindahan bahasa, tetapi juga jalan hidup yang mempertemukan manusia dengan nilai, makna, dan jati dirinya. Melalui sastra, seseorang dapat belajar empati, kepekaan sosial, dan pemahaman terhadap realitas kemanusiaan.

Namun, ia tidak menutup mata terhadap tantangan yang dihadapi sebagai penggiat sastra di tengah masyarakat modern yang semakin pragmatis. Prof. Teguh menilai tantangan terbesar dalam dunia sastra saat ini adalah minimnya apresiasi dari masyarakat sekitar, termasuk pandangan bahwa bidang ini kurang menjanjikan secara ekonomi. Adanya kecerdasan artifisial juga menjadi salah satu tantangan besar di era sekarang.

“Orang menilai bidang sastra tidak menjanjikan dari segi materi. Namun, bagi saya, nilai sastra jauh melampaui itu, karena dengan sastra kita dapat membentuk kepekaan, empati, dan pemahaman terhadap kehidupan,” tegasnya.

Motivasi yang membuat Prof. Teguh terus berkiprah di dunia sastra adalah keyakinannya bahwa sastra memiliki peran penting dalam membentuk karakter bangsa. Melalui karya dan pengajarannya, ia berusaha menanamkan semangat berpikir kritis serta nilai kemanusiaan kepada mahasiswanya.

Kepada generasi muda yang ingin menekuni dunia sastra namun masih ragu karena dianggap tidak memberikan output yang menjanjikan, Prof. Teguh berpesan agar tetap mengikuti suara hati dan tidak mengukur nilai sastra dengan materi. Melalui pemikiran dan pengabdiannya, Prof. Dr. RM. Teguh Supriyanto, M.Hum. membuktikan bahwa sastra bukan sekadar bidang studi, melainkan juga sarana untuk membangun manusia yang peka, berbudaya, dan berkarakter. Baginya, sastra adalah panggilan jiwa, sebuah ruang abadi untuk memahami diri dan memanusiakan manusia.

Editor: Aisyananda Salsabila

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *