Purwokerto – Gurih, tipis, dan renyah. Itulah sensasi pertama saat menggigit Singkong Dage atau SIDA, camilan khas Banyumas yang kini semakin populer. Terbuat dari singkong pilihan yang diolah menjadi adonan lembut, dicetak bulat tipis, lalu digoreng hingga kecokelatan. Singkong Dage menawarkan rasa autentik yang berbeda dari keripik singkong biasa. Terbuat dari singkong pilihan yang mudah ditemukan di tanah Banyumas.
Puji Prayitno, perintis usaha AJ Food, menjelaskan bahwa kunci keistimewaan camilan ini ada pada proses pengolahannya. “Keripik kami lebih tipis karena pakai alat cetakan. Rasanya juga lebih gurih meski bumbunya sederhana, cukup bumbu dapur seperti bawang putih, cabai dan ketumbar,” ujarnya. Berbeda dengan keripik umumnya yang hanya diiris tipis lalu digoreng, Singkong Dage melalui proses yang lebih panjang. Singkong dikupas, dicuci, lalu diparut hingga halus. Adonan kemudian diperas untuk mengurangi kadar air, diberi bumbu sederhana berupa bawang putih dan ketumbar, dicetak bulat tipis hingga akhirnya digoreng hingga berwarna keemasan.

Singkong Dage hadir dalam tiga varian rasa. Varian original menonjolkan rasa gurih alami singkong yang berpadu dengan aroma bawang putih dan ketumbar. Varian pedas asin menawarkan sensasi unik karena dilengkapi sambal dage, sehingga memberikan sentuhan khas Banyumas. Sementara varian balado hadir dengan bumbu tabur pedas gurih yang lebih modern. Kombinasi rasa ini membuat camilan tersebut cocok untuk dinikmat kapan saja, baik untuk teman ngopi sore maupun camilan saat berkumpul bersama keluarga. “Kami ingin menonjolkan ciri khas Banyumas. Kata dage sendiri berarti olahan ampas kelapa, berbeda dengan oncom yang dari ampas tahu,” tambah Puji.
Keistimewaan Singkong Dage juga lahir dari perjalanan panjang. Selama hampir dua tahun, Puji bereksperimen membuat alat cetakan sendiri agar menghasilkan keripik yang tipis merata. “Karena tidak ada tutorial, saya coba terus sampai akhirnya hasilnya sesuai harapan,” katanya.

Dengan harga Rp10.000 hingga Rp15.000 per bungkus, Singkong Dage lebih banyak dipasarkan secara online dan mendapat sambutan hangat dari konsumen. Strategi ini juga membuat produk lebih dikenal luas, meski untuk pasar tradisional masih terbatas. “Kalau di pasar tradisional kurang diminati, karena lebih identik dengan pembeli kelas menengah ke bawah. Tapi di Ajibarang, produk ini cukup booming,” tambahnya.
Meski tantangan bahan baku kerap menghadang, terutama saat musim hujan yang membuat kualitas singkong menurun, Puji tetap optimis. Ia ingin Singkong Dage semakin dikenal luas dan bisa masuk ke pasar besar, termasuk Purwokerto. Singkong Dage AJ Food kini menjadi bukti bahwa singkong bahan sederhana khas Banyumas yang bisa diolah menjadi kuliner bernilai tinggi dengan cita rasa istimewa. Camilan renyah ini tak sekadar panganan tradisional, melainkan juga kebanggaan kuliner lokal yang siap bersaing di pasaran lebih luas.
Editor : Azzahra Maulida Afandy
