
(Sumber: Pinterest (ilustrasi)
Purwokerto — Pagi di Banyumas selalu dimulai lebih cepat bagi sebagian mahasiswa. Ketika banyak orang masih menyalakan pemanas air atau menyeduh kopi, suara motor sudah terdengar dari gang-gang kecil. Di sanalah perjalanan panjang menuju Purwokerto dimulai. Udara pagi yang dingin menampar wajah, jalan masih sepi, dan langit belum benar-benar cerah. Tidak ada pilihan lain selain berangkat lebih awal, terutama ketika jadwal kuliah dimulai pagi hari.
Perjalanan itu tidak selalu mulus. Angin menusuk dari sela-sela jaket, mata berair karena terpaan udara, dan tubuh masih setengah mengantuk. Sesampainya di kampus, rasa lega muncul karena akhirnya berhasil tiba sebelum kelas dimulai. Namun kenyataan tidak selalu sesuai harapan. Pernah suatu hari, setelah menempuh jarak jauh dan menunggu di depan ruangan, informasi datang mendadak: dosen berhalangan hadir. Tidak ada kelas, tidak ada kuliah. Hanya napas panjang dan tawa kecil yang menutup rasa kecewa.
Ketika matahari mulai tinggi, panas bukan lagi sekadar hangat. Udara terasa membakar tangan dan helm seperti oven kecil. Saat hujan turun tanpa aba-aba, jas hujan dipakai tergesa-gesa. Angin membawa air ke celana, sepatu, hingga tas. Namun mahasiswa PP tetap masuk kelas tanpa banyak keluhan. Duduk, mendengarkan, mencatat—seolah perjalanan panjang itu tidak pernah terjadi.
Selesai kuliah, saat teman-teman kos kembali ke kamar untuk tidur sebentar atau makan bersama, mahasiswa PP memulai bab kedua dari rutinitas hari itu: pulang. Jalanan yang ramai membuat motor bergerak pelan. Angin sore tidak lagi sejuk, melainkan dingin dan melelahkan. Tubuh capek, mata berat, namun ada satu hal yang membuat perjalanan ini berbeda: pulang selalu punya arti.
Sesampainya di rumah, ada suara orang tua, makanan hangat, dan tempat istirahat yang tidak memerlukan biaya tambahan. Semua rasa letih seakan hilang ketika membuka pintu dan melihat lampu rumah menyala. Besok pagi, perjalanan itu akan berulang lagi: berangkat saat kota masih mengantuk, dan pulang ketika langit mulai gelap.
Perjalanan mahasiswa pulang–pergi memang jarang mendapat sorotan, tetapi setiap hari ada perjuangan yang mereka jalani diam-diam. Tidak ada tanda khusus di helm atau tas, namun setiap putaran roda motor adalah bagian dari usaha untuk tetap kuliah dan menyelesaikan mimpi.
Editor: Arlinta Ayu Putri Yunexsa
