Sumber: internet
Forum Masyarakat Peduli Perusahaan Ramah Lingkungan (FMPPRL) mendesak pemerintah daerah untuk transparan terkait pembebasan lahan pertanian yang diduga akan dialihkan menjadi kawasan industri. Audiensi yang digelar bersama DPRD Brebes pada Senin (14/10/2024) memperlihatkan adanya ketidakjelasan tujuan penggunaan lahan, yang awalnya diperuntukkan untuk ketahanan pangan.
Dalam audiensi tersebut, FMPPRL mengungkap kekhawatiran petani yang merasa terintimidasi selama proses pembebasan lahan. Mereka menduga bahwa pembebasan lahan di beberapa desa di Brebes dilakukan secara tidak adil, dengan harga pembelian tanah jauh di bawah NJOP yang berlaku. Anom Panuluh dari FMPPRL mengatakan, “Harga yang ditawarkan oleh pembeli sangat rendah, hanya sekitar Rp 12.500 hingga Rp 17.500 per meter, padahal NJOP resmi adalah Rp 42.000 per meter.”
Selain masalah harga yang rendah, para petani juga merasa tertekan karena pembeli terus menerus mendatangi mereka dengan desakan untuk menjual tanah. Bahkan, ada ancaman bahwa akses jalan petani akan ditutup jika mereka menolak menjual lahan mereka.
FMPPRL juga menyoroti bahwa tanah yang awalnya dijanjikan untuk pertanian dalam rangka program ketahanan pangan, diduga akan digunakan untuk proyek industri. Hal ini memicu kekhawatiran di kalangan petani dan masyarakat, mengingat alih fungsi lahan dapat berdampak buruk bagi ketahanan pangan lokal. Herdian, salah satu anggota FMPPRL, menambahkan bahwa sudah ada sekitar 600 hektar lahan yang dibebaskan, dengan target total 800 hektar.
“Kami menyayangkan kurangnya transparansi dari pihak-pihak terkait. Hingga saat ini, kami belum menerima penjelasan yang memadai mengenai tujuan akhir penggunaan lahan ini,” kata Herdian.
Dalam audiensi tersebut, sejumlah pihak penting yang diundang, seperti perwakilan PT Berkat Putih Abadi dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Brebes, tidak hadir. Hal ini menambah kekecewaan masyarakat, yang berharap ada langkah konkret untuk melindungi hak-hak mereka.
DPRD Brebes melalui Ketua sementara Didi Tuswandi berjanji akan mengusut kasus ini lebih lanjut dan berkomitmen melindungi kepentingan masyarakat. “Kami akan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan oleh FMPPRL, termasuk memanggil pihak-pihak terkait yang belum hadir dalam audiensi ini,” ujar Didi.
Langkah ini juga beriringan dengan komitmen Menteri Agraria dan Tata Ruang, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang berjanji untuk memberantas mafia tanah di wilayah Jawa Tengah dan memastikan penggunaan lahan sesuai peruntukannya. Audit mendalam dan pengawasan lebih ketat menjadi fokus pemerintah dalam memberantas praktik mafia tanah yang marak terjadi.
FMPPRL berharap dalam pertemuan selanjutnya ada kejelasan yang lebih konkrit dari DPRD dan pihak-pihak terkait, terutama terkait rencana penggunaan lahan yang memicu keresahan di kalangan masyarakat.