Di tengah era digital yang serba cepat, media sosial terbukti memainkan
peran besar dalam mengubah cara masyarakat memandang bahasa daerah. Jika dahulu
penggunaan bahasa lokal kerap distigmakan sebagai hal “kampungan” atau kurang
modern, kini platform seperti TikTok, Instagram, hingga YouTube justru menjadi
panggung baru yang mengangkat citra bahasa daerah sebagai identitas yang
membanggakan.
Perubahan persepsi ini diperkuat oleh temuan dari Program Revitalisasi
Bahasa Daerah (RBD) Kemendikbud 2022–2024 yang mencatat bahwa konten video
pendek menjadi medium paling efektif untuk menumbuhkan kembali minat generasi
muda menggunakan bahasa ibu mereka. Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa
“remaja lebih responsif terhadap konten yang bersifat hiburan, visual, dan
interaktif,” sehingga bahasa daerah masuk ke ruang digital secara natural dan
diterima sebagai bagian dari gaya hidup.
Fenomena ini terlihat jelas pada viralnya berbagai kreator lokal, salah
satunya akun TikTok gobresss (@papa_gobres), kreator asal Banyumas yang
konsisten menggunakan bahasa Ngapak dalam setiap videonya. Dalam salah satu
kontennya, ia menanggapi stigma lama seperti “Orang Ngapak biasanya kampungan”
atau “Mas emang ga malu jadi orang Ngapak?”—namun justru dibalas dengan humor
dan kebanggaan terhadap identitas daerahnya.
Dengan lebih dari 78 ribu pengikut dan jutaan likes, gobresss menunjukkan
bahwa bahasa Ngapak bukan hanya diterima, tetapi juga dirayakan oleh banyak
orang di dunia maya. Respons warganet pun ramai dan positif, misalnya komentar
“ngapak ganteng-ganteng kabeh” yang semakin menegaskan bahwa bahasa daerah
tidak lagi dipandang sebagai kekurangan, tetapi sebagai ciri khas yang justru
menarik.
Peneliti bahasa dari Badan Bahasa menilai bahwa tren ini merupakan indikator
kuat bahwa media sosial sukses “memindahkan ruang hidup bahasa daerah” dari
ranah pribadi ke ranah publik digital. Tak hanya menjadi hiburan, penggunaan
bahasa daerah di medsos juga berfungsi sebagai dokumentasi fonologi, penguatan
identitas lokal, serta sarana revitalisasi yang relevan bagi generasi Z.
Dengan semakin banyaknya kreator yang bangga menggunakan logat daerahnya,
pelestarian bahasa daerah kini memiliki landasan yang jauh lebih kokoh. Media
sosial tidak lagi menjadi ancaman bagi keberlangsungan bahasa lokal—justru
sebaliknya, ia menjadi ruang yang membuktikan bahwa bahasa daerah bukan sesuatu
yang memalukan, melainkan simbol identitas, kreativitas, dan kebanggaan budaya.
Bahasa daerah bukan lagi dianggap tabu. Di tangan kreator muda dan budaya
digital, bahasa lokal kini menemukan rumah baru: ruang di mana keberagaman
linguistik Indonesia dirayakan tanpa batas.
Media Sosial Ubah Pandangan Publik: Bahasa Daerah Kini
Jadi Kebanggaan, Bukan Sesuatu yang Memalukan
