Purwokerto — Suasana Aula Bambang Lelono di Purwokerto pada Jumat pagi, 24 Oktober 2025, terasa berbeda dari biasanya. Sejak pukul 08.00 WIB, deretan kursi mulai terisi oleh mahasiswa yang tampak antusias mengikuti kuliah dosen tamu bertema “Peluang dan Strategi Mengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)”. Acara yang berlangsung hingga pukul 11.00 WIB ini menghadirkan Dr. Ari Kusmiatun, M.Hum., dosen BIPA dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), sebagai narasumber utama.
Kegiatan dibuka dengan sambutan hangat oleh Dr. Memet Sudaryanto, selaku Ketua Program Studi. Setelah itu, suasana menjadi lebih hidup ketika Intan Sukma Melati selaku moderator membuka acara dengan pantun yang mengundang tawa peserta. Ia kemudian membacakan profil lengkap narasumber yang penuh prestasi dan pengalaman internasional.
Dr. Ari telah lama berkecimpung di dunia BIPA sejak tahun 1997. Beliau pernah menjadi peneliti dan pengajar tamu di berbagai negara, menulis publikasi ilmiah nasional maupun internasional, serta menerima penghargaan Satya Lencana dari Presiden Republik Indonesia. Saat ini, beliau menjabat sebagai Ketua APP BIPA Yogyakarta, sekaligus Koordinator BIPA di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Dalam pemaparannya, Dr. Ari menekankan bahwa mengajar BIPA tidak hanya mengenalkan bahasa Indonesia, tetapi juga memperkenalkan wawasan kebudayaan, serta ragam wawasan mengenai Indonesia. “Mahasiswa asing akan sangat senang jika pengajar atau mentor memahami budaya, negara, dan mampu memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia,” ujarnya dengan penuh semangat.
Untuk mencairkan suasana, beliau mengajak peserta melakukan senam sederhana yang sering digunakan dalam pengajaran BIPA di luar negeri, termasuk di Amerika Serikat. Menurutnya, pengajaran bahasa harus dikemas secara menyenangkan, dinamis, dan interaktif agar pembelajar tidak mudah jenuh.
Lebih jauh, Dr. Ari memaparkan bahwa Bahasa Indonesia kini memiliki posisi penting di dunia internasional. Bahasa ini telah dipelajari di lebih dari 57 negara, dan diajarkan lebih dari 300 lembaga pendidikan. Bahkan, Bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa resmi dalam sidang United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), dan pernah menempati posisi bahasa ketiga paling banyak digunakan di WordPress.
Beliau juga menyinggung perbedaan antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu, serta berbagai tantangan fonologis dalam pengajaran BIPA bagi penutur asing. “Penutur Thailand sering tertukar antara pelafalan huruf ‘G’ dan ‘K’, sementara penutur Jepang kerap keliru membedakan huruf ‘R’ dan ‘L’,” jelasnya, sambil memberi contoh pelafalan yang disambut gelak tawa peserta.
Dalam penjelasannya, Dr. Ari menambahkan bahwa kini BIPA memiliki level baru, pra-A1, yang melengkapi jenjang Common European Framework of Reference for Language (CEFR) A1–C2. Menurutnya, kelas ideal BIPA berisi 10 hingga maksimal 20 peserta, agar pembelajaran lebih fokus, serta efektif.
Selain penguasaan linguistik, pengajar BIPA juga dituntut memiliki keterampilan budaya, seperti memainkan alat musik tradisional, menari, atau memasak kuliner khas Indonesia.
Suasana kuliah semakin hidup saat peserta diajak bermain permainan edukatif menggunakan aplikasi Quizizz, Wordwall, dan Blooket. Melalui permainan tebak kata baku dan bendera negara, para mahasiswa belajar sambil bersenang-senang. Pada sesi permainan tersebut, peserta Garda dan Sabil, keluar sebagai pemenang dalam sesi tersebut.

Menjelang akhir kegiatan, Dr. Ari mengingatkan kembali bahwa mengajar bahasa berarti membawa wajah bangsa di mata dunia. “Guru BIPA bukan hanya pengajar, tetapi juga duta budaya. Melalui mereka, dunia bisa melihat karakter Indonesia yang ramah, terbuka, dan berbudaya,” pungkasnya.
Acara ditutup dengan tepuk tangan meriah. Kuliah dosen tamu ini meninggalkan kesan mendalam bagi mahasiswa. Kuliah BIPA bukan hanya tentang pembelajaran bahasa, tetapi juga tentang memperluas makna kebangsaan di kancah internasional.
