Menjadi Pemimpin dengan Ketulusan: Kisah Sutarko

Banyumas – Sejak tahun 2019, Sutarko dipercaya masyarakat untuk memimpin Desa Karanggude Kulon. Sosoknya dikenal sederhana, ramah, dan dekat dengan warganya. Meski begitu, ia juga tegas ketika harus mengambil keputusan penting. Kepercayaan dari masyarakat membuatnya kembali terpilih untuk kedua kalinya, sebuah bukti bahwa kepemimpinannya diterima dan dihargai.

Sutarko, Kepala Desa Karanggude Kulon 2019 (Foto: dokumentasi pribadi)

Bagi Sutarko, jabatan kepala desa bukan sekadar amanah, melainkan juga bentuk ibadah. Dorongan keluarga dan dukungan penuh masyarakat membuatnya yakin untuk maju. Namun, motivasi terbesarnya adalah niat tulus membantu warga yang masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. “Saya ingin membawa desa yang sudah baik menjadi lebih baik lagi, sekaligus mengabdi dengan tenaga dan pikiran,” ungkapnya.


Langkahnya di awal kepemimpinan tidak selalu mudah. Salah satu tantangan terbesar yang ia hadapi adalah kasus sengketa tanah antarwarga. Situasi ini menuntutnya untuk berdiri tegak di tengah, tanpa memihak salah satu pihak. Ia menempuh jalan musyawarah kekeluargaan agar semua pihak merasa dihargai. “Saya harus benar-benar adil, agar keputusan yang diambil bisa diterima semua dengan lapang,” jelasnya.


Cara kepemimpinan seperti inilah yang membuat masyarakat merasa dekat dengannya. Sutarko tidak hanya hadir sebagai pemimpin formal, tetapi juga sosok pengayom yang selalu siap mendengarkan aspirasi warganya. Ia kerap turun langsung dalam kegiatan desa, berinteraksi dengan warga tanpa jarak, dan memastikan suara masyarakat menjadi bagian dari kebijakan.


Dalam keseharian, Sutarko dikenal tidak berlebihan. Ia tetap hidup sederhana, selaras dengan prinsip yang selalu ia junjung tinggi: menjadi pemimpin yang merakyat. Baginya, kepala desa bukan posisi untuk dihormati dari jauh, melainkan peran untuk selalu hadir di tengah masyarakat.


Kini, lebih dari lima tahun menjabat, Sutarko tetap memegang prinsip awalnya: mengutamakan musyawarah, menjaga kepercayaan, dan bekerja dengan ketulusan. Ia bangga bukan semata-mata karena program desa berjalan, melainkan karena masyarakat bisa hidup rukun dan nyaman. “Saya ingin meninggalkan sesuatu yang bermanfaat, bukan hanya saat menjabat, tapi juga setelah saya tidak lagi menjadi kepala desa,” tuturnya penuh harap.


Sebagai seorang pemimpin dua periode, Sutarko meyakini bahwa keberhasilan seorang kepala desa tidak hanya diukur dari pembangunan fisik yang terlihat, tetapi juga dari hubungan batin yang terjalin dengan masyarakatnya. Warisan terbesar yang ia impikan adalah desa yang damai, maju, dan masyarakat yang hidup sejahtera dalam kebersamaan.

Editor: Fitria Anggi Haryani

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *