Jamasan (Sumber: Dokumentasi Narasumber)
Purwokerto-Di tengah arus modernisasi yang semakin cepat, sebagian masyarakat Jawa masih setia memegang teguh nilai-nilai budaya warisan leluhur. Salah satu tradisi yang tetap dilestarikan hingga kini adalah jamasan pusaka, yaitu ritual penyucian benda peninggalan leluhur yang memiliki makna spiritual mendalam. Tradisi ini tidak hanya dikenal di lingkungan keraton, tetapi juga masih dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, seperti yang dilakukan oleh Priyono, warga Banyumas, Jawa Tengah.
Bagi Priyono, jamasan pusaka merupakan bentuk penghormatan terhadap peninggalan leluhur sekaligus sarana menjaga keseimbangan batin. Ia menjelaskan bahwa kegiatan jamasan sangat penting untuk merawat benda pusaka agar terjaga dari korosi dan tetap bersih, baik secara fisik maupun secara energi. Tradisi ini telah ia pelajari sejak kecil dari orang tuanya yang selalu melakukan jamasan setiap Suro, tepatnya pada Selasa atau Jumat Kliwon.
Setiap tahun, pada Asyura atau satu Muharam, Priyono melaksanakan jamasan pusaka di rumahnya. Ia memilih melakukannya secara pribadi karena tidak selalu dapat mengikuti upacara jamasan di pendopo kabupaten atau di lingkungan keraton. Menurutnya, makna dari kegiatan ini tetap sama, yaitu menjaga dan melestarikan budaya warisan leluhur agar tidak punah.

Benda pusaka yang dirawat oleh Priyono antara lain keris dan tombak peninggalan keluarganya. Proses jamasan dilakukan dengan penuh ketelitian. Ia memandikan pusaka menggunakan air bunga tujuh rupa, kemudian merendamnya dalam air kelapa yang telah dicampur dengan rebusan buah mengkudu selama satu hari satu malam. Setelah itu, benda pusaka dijemur dan diolesi minyak wangi seperti misik atau jafaron agar tetap harum dan terjaga keutuhannya. Setelah selesai melakukan jamasan, Priyono mengaku merasakan ketenangan batin, kedamaian, dan rasa lega yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Baginya, jamasan pusaka bukan hanya ritual untuk membersihkan benda peninggalan leluhur, tetapi juga sarana untuk melakukan introspeksi diri dan menumbuhkan rasa syukur kepada Tuhan. Ia meyakini bahwa merawat pusaka berarti menjaga nilai-nilai kehidupan yang diwariskan oleh para pendahulu. Setiap kali melakukan jamasan, ia selalu melibatkan anak-anaknya agar mereka dapat memahami makna di balik tradisi tersebut. Ia biasanya mengumpulkan seluruh keluarga sebelum prosesi dimulai agar anak-anaknya dapat melihat secara langsung dan belajar cara merawat pusaka dengan benar.
Tradisi serupa juga dilestarikan oleh Kraton Yogyakarta melalui kegiatan Hajad Dalem Jamasan Pusaka. Upacara tahunan tersebut berfungsi untuk merawat benda-benda pusaka kerajaan sebagai simbol penyucian, rasa syukur, dan penghormatan kepada para leluhur serta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Nilai yang sama hidup dalam masyarakat, termasuk dalam diri Priyono yang menjalankan jamasan dengan penuh kesadaran dan ketulusan.
Tradisi jamasan pusaka yang dijalankan oleh Priyono menunjukkan bahwa warisan leluhur bukan hanya simbol masa lalu, tetapi juga bagian dari jati diri bangsa yang harus dijaga. Melalui tangan-tangan sederhana masyarakat seperti dirinya, nilai-nilai kearifan lokal tetap hidup dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Di tengah zaman yang semakin maju, tradisi ini menjadi pengingat bahwa budaya bukan hanya benda yang dirawat, melainkan jiwa yang harus dijaga agar tidak hilang.
Editor: Syaif Ilhamka Al Hars
