Museum Wayang Banyumas Menjadi Tempat Edukasi bagi Pengunjung

(Dokumentasi Pribadi)

Banyumas — Museum Wayang Banyumas yang berdiri sejak 31 Desember 1983 tidak hanya berfungsi sebagai tempat wisata budaya, tetapi juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat. Dengan sekitar 600 koleksi wayang, museum ini mengenalkan sejarah, karakter, hingga filosofi pewayangan kepada para pengunjung.

Gilang, salah satu pengelola, menjelaskan bahwa museum juga berupaya mengajarkan etika pelestarian warisan budaya. “Wayang kulit tidak boleh terkena udara terlalu panas atau terlalu dingin. Kalau perawatannya salah, wayang bisa kaku dan rusak,” ujarnya. Melalui lokakarya pedalangan, sinden, serta edukasi melalui media sosial, museum berupaya menjaga agar budaya wayang tetap mudah dipelajari oleh generasi muda.Upaya tersebut dirasakan langsung oleh para pengunjung.

Vera, salah satu pengunjung mengaku tertarik datang ke museum karena koleksi wayangnya lengkap dan ruang belajarnya nyaman. Bagian yang paling ia sukai adalah panggung pertunjukan dan layar pemutaran adegan wayang yang membuat proses belajar terasa santai. Dari kunjungan tersebut, ia juga mengenal tokoh pewayangan baru. “Saya baru tahu ada tokoh Sontoloyo, yang digambarkan memiliki sifat sombong dan keras, tetapi sakti. Ternyata setiap wayang memiliki pesan moral,” katanya. Tidak hanya melihat koleksi, ia bahkan pernah mengikuti lokakarya pembuatan wayang sehingga memperoleh pengetahuan sekaligus keterampilan baru.

Melalui pengalaman tersebut, Museum Wayang Banyumas tidak hanya menambah wawasan, melainkan juga menanamkan etika untuk menjaga dan menghargai budaya lokal. Hal ini terlihat dari banyaknya pelajar yang datang untuk belajar sejarah, kesenian, dan nilai moral di balik pewayangan. “Museum ini bukan hanya tempat wisata, tetapi juga tempat belajar agar budaya wayang tetap dikenal anak muda,” tambah Vera. Pengelola berharap museum terus berkembang agar masyarakat tidak sekadar melihat koleksi, tetapi juga memahami makna dan kearifan yang diwariskan dalam seni wayang.

Editor: Ika Sari Nur Widya

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *