Di Era Serba Cepat, Kepercayaan Publik Tetap Jadi Mata Uang Abadi

Jakarta – Di era ketika hoaks dan arus informasi cepat menjadi mata uang utama, peran jurnalis sejati kembali diuji. Dilema antara kecepatan dan akurasi kini menjadi tantangan terbesar. Fahmi Sabila, praktisi media dan jurnalis senior, menegaskan bahwa dalam perlombaan menjadi yang pertama, banyak media lupa akan esensi untuk menjadi yang benar.
“Jurnalis yang baik bukan yang paling cepat, melainkan yang paling bisa dipercaya. Sekali kepercayaan publik hilang, tidak ada teknologi apa pun, bahkan kecerdasan buatan, yang bisa mengembalikannya,” ujarnya.
Konsep yang ia sebut “Trinitas Kebenaran” menyatakan bahwa berita harus benar, cepat, dan lengkap. Menurut Fahmi, jurnalis harus menjadi benteng terakhir yang memastikan setiap informasi bebas dari kepentingan dan kecurangan.
Motivasi Fahmi sederhana, yaitu mengisi kekosongan informasi lokal. Ia mengatakan bahwa banyak peristiwa penting di daerah sering luput dari sorotan media besar, padahal sangat berarti bagi masyarakat, terutama mereka yang tinggal jauh dari kampung halaman.
“Misi jurnalis sejati adalah menjadi mata dan suara komunitasnya sendiri. Kami harus memastikan perkembangan di kampung halaman tetap tersampaikan,” ujarnya.
Mengenai teknologi, Fahmi memandang kecerdasan buatan (AI) sebagai pedang bermata dua. AI dapat membantu kecepatan kerja, namun berpotensi menyesatkan bila tidak dikendalikan dengan integritas. “Kendali verifikasi data harus tetap di tangan manusia,” tegasnya.
Ia menutup dengan pesan bagi jurnalis muda agar selalu berpegang pada ikhlas, tanggung jawab, dan disiplin. Pesannya sederhana tetapi kuat: di tengah banjir informasi, kepercayaan publik adalah aset paling berharga yang dimiliki jurnalis.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *