Purwokerto — Dari kejauhan, aroma ayam bakar yang berpadu dengan wangi rempah dan daun jeruk lebih dahulu menyapa indera penciuman. Di sebuah kedai sederhana di Arcawinangun, Purwokerto, keramaian para mahasiswa yang menunggu pesanan menjadi pemandangan sehari-hari. Fenomena ini seakan menegaskan rilis Gojek tahun 2024 yang menyebut nasi ayam sebagai menu paling populer di layanan pesan antar.
Di kedai milik Rizki, nasi ayam tak hanya sekadar makanan, tetapi juga nostalgia rasa rumah yang dirindukan banyak pelanggan. “Rasanya mirip masakan orang rumah. Bumbunya dapet, kulitnya kriuk dan nggak mlempem,” ujar seorang pelanggan sambil tersenyum puas. Kalimat sederhana itu merangkum alasan mengapa sajian di kedai ini tak pernah sepi pembeli. Menu andalan seperti Ayam Bakar Taliwang dimasak perlahan selama dua jam dengan api kecil. Perpaduan rasa manis, pedas, dan gurih dari sambal rempah khas Lombok membuat lidah bergoyang sejak suapan pertama. Sementara Nasi Daun Jeruk hadir dengan sensasi harum daun jeruk yang menambah selera makan.

Nasi Ayam Bakar Taliwang (Foto: Dokumentasi pribadi)
Kedai yang berdiri sejak Juli 2025 ini awalnya buka di Pasar Pon. Namun, sejak pindah ke Arcawinangun, jumlah pelanggan justru meningkat. Tidak heran, 90 persen pembelinya adalah mahasiswa, terutama mahasiswa yang gemar memesan melalui layanan pesan antar. Dengan harga semua menu di bawah Rp15.000, apalagi ada layanan gratis ongkir tanpa minimal pembelian hingga radius 2,5 km. “Pesan nasi Rp5.000 pun tetap kami antar,” kata Rizki.
Rahasia cita rasa khas kedai ini terletak pada proses memasak. Ayam diungkep terlebih dahulu sebelum digoreng atau dibakar. Sambal taliwang dimasak dengan telaten hingga bumbu meresap sempurna. Semua bahan baku segar dipasok dari Sayur Plus dan Pasar Wage untuk menjaga kualitas rasa setiap hari. Di balik dapur, tujuh karyawan sibuk menjalankan peran masing-masing, mulai dari memasak, mengemas, mengantar, hingga kasir. Pada jam makan siang dan malam, aktivitas mereka semakin padat, dengan 50–100 pesanan setiap hari.
Bagi Rizki, kedai ini bukan hanya soal berjualan, tetapi juga tentang selera dan kebutuhan pelanggan. Ia bahkan menyesuaikan menu berdasarkan minat pembeli. Tidak hanya itu, kedai ini juga melayani pesanan katering dan sponsor acara. Saat acara di Fakultas Pertanian, misalnya, mereka berhasil menyiapkan 300 kotak nasi ayam dengan bujet Rp7.000 per kotak. “Kalau pesanan di bawah 30 porsi, ya hanya balik modal. Untungnya mulai terasa kalau sudah tembus 50–70 porsi,” ungkap Rizki. Kini, omzet kedainya bisa mencapai Rp1.000.000 per hari, bahkan pernah menembus Rp1.700.000.
Editor: Naifa Versyandari