Banyumas– Hutan kerap dipandang hanya sebagai penghasil kayu, padahal di balik rimbunnya pepohonan tersimpan potensi besar. Pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan menjadi penting karena tidak hanya menjaga kelestarian ekosistem, tetapi juga membuka peluang ekonomi dari berbagai hasil hutan.
Menurut Daroso, S.P., Kepala Seksi P3H Cabang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Wilayah VI, pemanfaatan hasil hutan berkelanjutan dilakukan melalui izin usaha pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, serta hasil hutan kayu dan bukan kayu. Pengelolaannya mengikuti prinsip pembangunan berkelanjutan, seperti penerapan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), pemanfaatan teknologi modern, sertifikasi, dan pengembangan industri hilir.
“Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) menjadi kunci untuk memastikan produk hasil hutan berasal dari pengelolaan yang lestari. Hal ini penting agar kepercayaan pasar meningkat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati,” jelasnya.
Daroso menambahkan, potensi hasil hutan yang dapat dimanfaatkan tidak terbatas pada kayu. Berbagai hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti lebah madu, jamur, kapulaga, bambu, daun pandan, getah pinus, dan aren memiliki nilai ekonomi tinggi dan bisa menjadi sumber penghasilan baru bagi masyarakat sekitar hutan.

Salah satu wujud nyata penerapan prinsip berkelanjutan adalah melalui program Perhutanan Sosial, yang menggabungkan rehabilitasi lahan dengan peningkatan ekonomi masyarakat.
“Di Kabupaten Banyumas, program Perhutanan Sosial telah berjalan di sepuluh desa yang mendapat persetujuan dari Kementerian Kehutanan. Di antaranya Desa Karangsalam Lor, Kemutug Lor, Karangmangu, Ketenger, Melung, Kalisalak, Gerduren, Darmakradenan, Karangkemojing, dan Cirahab,” ungkap Daroso.
Program tersebut mulai berjalan sejak terbitnya SK Persetujuan PS KHDPK (Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus) pada tahun 2023. Sejumlah desa telah menunjukkan hasil nyata dari pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
“Contohnya, Desa Karangsalam Lor sudah menghasilkan kopi, Desa Kemutug Lor mengembangkan jasa lingkungan berupa jalur pendakian Gunung Slamet, Desa Karangkemojing menghasilkan kopi Derak, dan Desa Cirahab memproduksi kopi Cengkudu,” paparnya.
Daroso menegaskan, keberhasilan pengelolaan hutan tidak lepas dari kerja sama banyak pihak. Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam setiap proses pengelolaan hutan.
“Pemerintah, perusahaan, masyarakat lokal, LSM, hingga konsumen memiliki peran masing-masing. Semua pihak harus bekerja sama dan melakukan pengawasan agar prinsip kelestarian tetap terjaga. Masyarakat adalah pihak yang paling merasakan dampak pengelolaan hutan. Mereka memiliki pengetahuan lokal dan dapat menjadi kontrol sosial dalam perencanaan serta pengawasan. Karena itu, pelibatan mereka sangat menentukan keberhasilan pengelolaan hutan lestari,” pungkas Daroso.
Pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan bukan sekadar cara mengelola sumber daya alam, melainkan juga bentuk investasi jangka panjang bagi masa depan. Menjaga hutan berarti menjaga kehidupan, memastikan bumi tetap lestari, sekaligus menghadirkan manfaat ekonomi yang dapat dirasakan lintas generasi.
Editor : Ainun Nasywa Sakhi