Pempek, Organisasi, dan Suara Mahasiswa: Cerita Mandiri Lusi Rahmalia

Training Kader 2 Unit Kerohanian Islam UNSOED (Dokumentasi Malia)

Purwokerto — Menjalani padatnya aktivitas kuliah dan organisasi tidak membuat Lusi Rahmalia, mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jenderal Soedirman, berhenti mengembangkan kreativitas dan kemandirian. Di tengah kesibukan akademik, ia tetap berjualan pempek yang ia produksi di dapur kos. Baginya, usaha kecil itu bukan sekadar mencari keuntungan, tetapi juga cara untuk bertahan sekaligus tetap aktif dalam kegiatan kampus.

“Organisasi itu butuh pikiran, tenaga, dan materi. Makanya aku jualan pempek supaya bisa bantu biaya organisasi tanpa harus meminta kepada orang tua,” ujar Lusi saat ditemui seusai rapat. Ia menambahkan bahwa keputusan tersebut membuatnya belajar lebih mandiri dan bertanggung jawab.

Usaha pempek itu ia mulai sejak semester satu, sekitar akhir September. Salah satu momen yang mendorongnya untuk terus mengembangkan produk ialah tingginya antusiasme konsumen. “Ternyata pempek laku, ya. Respons konsumen bagus, makanya aku kembangkan,” katanya. Saat ini, pempek dijual melalui WhatsApp, baik lewat fitur cerita maupun grup mahasiswa FIB.

Pempek Siap Saji( Dokumentasi Malia )

Lokasi kos yang tidak jauh dari kampus menjadi keuntungan tersendiri. Lusi mengaku sering berjalan kaki untuk menawarkan dagangannya dan memilih fakultas yang memiliki respons paling cepat. “Lokasi itu penting banget. Aku lihat dulu kampus mana yang paling cepat habis. Biasanya Fapet dan FPIK,” tuturnya.

Sebagai mahasiswa yang aktif berorganisasi dan berwirausaha, Lusi menilai sikap kritis serta keberanian menyuarakan pendapat sangat penting, terutama ketika membawa aspirasi mahasiswa. Namun, ia menekankan bahwa opini pribadi yang berpotensi merugikan pihak lain tidak perlu diperjuangkan secara berlebihan.

Terkait manajemen waktu, Lusi berpegang pada skala prioritas. “Yang utama tetap akademik. Baru organisasi, lalu jualan. Aku nggak jualan tiap hari, tergantung jadwal. Kalau capek, ya berhenti dulu,” jelasnya. Ia juga memilih divisi organisasi yang mendukung kegiatannya, seperti dana usaha atau sponsorship, sehingga aktivitas organisasi dan wirausaha dapat saling menguatkan.

Kisah Lusi menunjukkan bahwa kehidupan mahasiswa bukan hanya tentang mengejar nilai, tetapi juga tentang mengelola peluang, membangun keberanian, dan belajar dari pengalaman nyata. Usaha pempek yang ia jalankan menjadi bukti bahwa mahasiswa mampu beradaptasi, berpikir kritis, dan mandiri meski harus membagi waktu antara kuliah, organisasi, dan pekerjaan sampingan.

Editor: Naifa Versyandari

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *