Pisang Cokelat Manalagi: Camilan Legendaris yang Tetap Eksis di Tengah Gempuran Kuliner Modern

Purwokerto – Di tengah gempuran kuliner modern, jajanan sederhana seperti pisang cokelat (piscok) tetap memiliki tempat istimewa di hati para pencintanya. Aroma harum piscok yang digoreng tercium dari sebuah gerobak di Food Center, Lapangan Grendeng, Purwokerto Utara. Ido, pemilik usaha, dengan telaten menggoreng ratusan piscok setiap hari untuk memenuhi permintaan pelanggan. Kehadiran piscok ini membuktikan bahwa camilan tradisional masih mampu bersaing di tengah gempuran kuliner modern.

Tak banyak yang tahu, usaha yang kini berusia 15 tahun ini bermula dari ajakan seorang teman untuk melanjutkan bisnis keluarga turun-temurun. “Awalnya saya diajak teman untuk meneruskan usaha keluarganya menjual pisang cokelat,” ujarnya. Kini, setiap hari antara pukul 13.00 hingga 17.00 WIB, gerobak Piscok Manalagi selalu dipadati pembeli. Mayoritas pelanggan berasal dari kalangan mahasiswa, sementara masyarakat umum jumlahnya tidak sebanyak itu.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Agar tetap diminati, Ido menerapkan strategi inovatif dengan menambah varian rasa seperti nangka, nanas, dan ketan hitam. Dari semua pilihan, varian nangka, original, dan ketan hitam menjadi yang paling laris. Setiap varian dibedakan dari bentuk dan warnanya yang khas. Tidak berhenti di situ, Ido juga menawarkan risol ayam sebagai menu tambahan sehingga pembeli memiliki lebih banyak pilihan camilan.

Untuk menjaga kualitas, Ido menggunakan pisang kepok dan pisang tanduk sebagai bahan utama. Kulit lumpia dan topping cokelat meses ia beli setiap hari dari Pasar Wage agar tetap segar, demi menjaga kualitas seluruh bahan yang digunakan. Proses pembuatannya sederhana, yakni meletakkan pisang matang di atas kulit lumpia, menambahkan cokelat meses sebagai isian, lalu membungkusnya dengan merekatkan larutan tepung terigu agar tidak bocor, kemudian digoreng dalam minyak panas hingga berwarna kecokelatan.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Meski begitu, Ido tetap menghadapi tantangan dalam menjalankan usaha. “Tantangan paling berat saat mahasiswa libur, omzet yang biasanya 100% langsung turun menjadi 40-50%,” ujarnya. Penurunan pendapatan ini menjadi kendala terbesar bagi keberlangsungan bisnis. Namun, Ido tetap optimistis karena pelanggan setia, terutama mahasiswa, selalu kembali saat aktivitas perkuliahan kembali normal.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Salah satu pelanggan setia, Nisa, mengaku jatuh hati pada rasa Piscok Manalagi. “Yang membuat saya tertarik karena etalasenya menarik dan variannya banyak. Isian cokelatnya juga cukup banyak, teksturnya crunchy,” ujarnya. Menurut Nisa, keunggulan piscok ini ada pada isiannya yang melimpah dengan perpaduan pisang dan cokelat yang seimbang. Ia selalu memilih Piscok Manalagi setiap kali ingin membeli, dengan varian favoritnya original dan piscok lumer. Harga Rp2.500-Rp3.000 per potong menurutnya sangat sebanding dengan rasa yang didapatkan.

Dengan cita rasa khas, harga terjangkau, serta inovasi menu yang terus dikembangkan, Piscok Manalagi berhasil membuktikan bahwa jajanan tradisional tetap diminati pelanggan. Kehadirannya bukan hanya menawarkan kenikmatan sederhana, tetapi juga menghadirkan nostalgia bagi banyak kalangan, terutama mahasiswa Purwokerto.

Editor: Aulia Qolbu Ghoefira

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *