Remaja Makin Sering Campur Bahasa Inggris–Indonesia, Pakar: Bentuk Adaptasi Zaman Digital

Purwokerto – Fenomena campur kode (code-mixing) antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris semakin marak di kalangan remaja dan mahasiswa, terutama dalam komunikasi di media sosial dan ruang belajar digital. Banyak dari mereka menyisipkan kosakata Inggris seperti literally, no offense, atau make sense ke dalam kalimat berbahasa Indonesia sebagai bagian dari gaya tutur dan cara mengekspresikan diri dalam percakapan.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Indra Nugraha dkk. dalam Journal of English Teaching and Linguistics Studies (JET Li), sebanyak 73,5% responden mahasiswa menganggap campur kode sebagai hal wajar, dan 41% di antaranya memandangnya sebagai fenomena positif karena mencerminkan kemampuan bilingual dan kreativitas linguistik.

Sosiolinguistik memandang tren ini sebagai bagian dari identitas generasi muda yang adaptif terhadap globalisasi dan budaya digital. Penelitian Hilmiyatun & Laxmi Zahara dalam jurnal BAHTRA: Pendidikan Bahasa dan Sastra menjelaskan bahwa remaja menggunakan campur kode untuk menunjukkan keakraban sosial, menyesuaikan konteks, dan menegaskan ekspresi emosi dalam komunikasi digital. Dalam perspektif pendidikan bahasa, Verawati dkk. dalam jurnal Atmosfer menekankan bahwa penggunaan campur kode tetap perlu diimbangi dengan penguasaan bahasa baku saat berkomunikasi pada konteks formal.

Fenomena ini menunjukkan bahwa perkembangan bahasa tidak pernah statis. Campur kode kini hadir bukan hanya sebagai gaya bahasa, tetapi juga sebagai cara generasi muda menegosiasikan identitas, membangun relasi sosial, dan terhubung dengan kultur global. Pada akhirnya, masa depan bahasa Indonesia akan sangat bergantung pada kemampuan penuturnya untuk beradaptasi tanpa kehilangan akar kebahasaannya.

Editor: Qoriatun Munawaroh

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *