Sumber: dokumen pribadi
Purwokerto—Saat lampu padam dan musik mulai mengisi Aula Bambang Lelono, Fakultas Ilmu Budaya, mata penonton tertuju pada para aktor yang memasuki panggung. Namun, dari barisan kursi penonton, ada satu hal yang ikut mencuri perhatian: panggung yang tampak hidup. Warna, tekstur, dan benda-benda kecil yang tersusun rapi seolah membawa penonton masuk ke dunia cerita yang dibawakan oleh kelas A Pendidikan Bahasa Indonesia angkatan 2023.
Bagi sebagian orang, itu mungkin hanya dekorasi. Namun, bagi tim setting Jagat Rasa 2025, panggung tersebut adalah hasil dari berminggu-minggu kerja dengan cat, palu, dan waktu yang nyaris tak pernah cukup.

Sebuah bangunan pabrik tahu berdiri di satu sisi, sementara warung sederhana tempat Simbok berjualan mengisi sisi lainnya. Penonton mungkin hanya melihat latar yang menopang adegan. Di balik panggung, ada kerja panjang yang dilakukan oleh segelintir orang yang jarang disorot, yakni tim setting.
Alia, salah satu anggota Tim Artistik Divisi Setting, menjadi bagian dari tangan-tangan sunyi itu. Bersama dua rekannya, ia bertanggung jawab menentukan tata letak sekaligus mendekorasi panggung pementasan Matahari di Sebuah Jalan Kecil. Masuknya Alia ke divisi ini bukan tanpa proses. “Untuk penentuan posisi ada seleksi wawancara, lalu di-plot sesuai pengalaman,” ujarnya.
Inspirasi desain panggung tidak datang begitu saja. Tim setting terlebih dahulu mencari referensi pementasan melalui berbagai video di YouTube. Dari sana, mereka menyusun gambaran awal sebelum berdiskusi dan membedah naskah bersama sutradara agar setiap properti selaras dengan pengadeganan aktor. Proses tersebut melahirkan dua bangunan besar yang berdiri di atas panggung.
Salah satu detail yang luput dari perhatian penonton, tetapi krusial bagi cerita, adalah kehadiran pecel di warung Simbok. Bahan makanan yang tampak sederhana itu justru membantu aktor membangun suasana dan mendalami peran.
Tantangan terbesar muncul saat proses pembuatan dekorasi. Dengan anggota tim yang hanya berjumlah tiga orang dan semuanya perempuan, pekerjaan fisik kerap menjadi ujian. Sulit membayangkan betapa kompleksnya pekerjaan mereka hanya dari posisi penonton. Menjelang hari-H, tekanan tak berkurang. Meski tidak ada properti yang rusak, perubahan mendadak tetap terjadi. Beberapa jam sebelum pementasan, bangunan pabrik tahu harus ditambah tripleks.

Ketegangan belum sepenuhnya usai ketika dekorasi dipasang di atas panggung. Bangunan pabrik tahu yang dilengkapi pintu sempat menimbulkan kekhawatiran karena posisinya berpotensi goyang saat digunakan aktor. Namun, setelah dilakukan penyesuaian, dekorasi tersebut tetap berfungsi dengan baik selama pementasan berlangsung.
Saat lampu panggung menyala, dekorasi akhirnya menyatu dengan cerita. Aktor bergerak di antara bangunan dan properti yang telah dirancang, sementara pencahayaan mempertegas tekstur dan warna panggung. Di titik inilah kerja tim setting mencapai puncaknya—ketika dekorasi tidak lagi disadari sebagai benda, melainkan sebagai bagian dari narasi.
Malam itu, panggung Jagat Rasa 2025 tidak hanya menampilkan cerita para aktor. Ia juga menyimpan kisah tentang kerja kolektif, ketekunan, dan tangan-tangan yang bekerja dalam diam. Di balik cahaya lampu dan tepuk tangan penonton, tim setting telah lebih dulu membangun dunia agar cerita yang mereka bawa dapat bernyawa.
Editor: Tafana Khairunisa
