Penerapan deep learning dalam Kurikulum Merdeka memberikan peluang untuk pembelajaran lintas disiplin yang lebih mendalam. Namu, pelaksanaannya di lapangan masih banyak kendala yang dihadapi guru, termasuk sulitnya kolaborasi antar mata pelajaran yang memiliki jadwal dan materi berbeda. Salah satu guru yang merasakan kendala ini adalah Nursaadah, guru Bahasa Indonesia.
Nursaadah menjelaskan bahwa keinginannya mengintegrasikan deep learning dengan mata pelajaran lain terhambat oleh ketidakselarasan materi dan perbedaan jadwal antar guru. Sebagai contoh, meskipun ada potensi untuk berkolaborasi dengan guru Sejarah yang juga menerapkan deep learning, hal ini terhambat karena ia tidak selalu mendapatkan guru Sejarah yang menggunakan pendekatan yang sama. “Saya ingin berkolaborasi dengan guru Sejarah yang juga menggunakan deep learning, tapi kebetulan saat saya mengajar materi yang berkaitan dengan Sejarah, saya mendapatkan guru Sejarah yang tidak menerapkan deep learning,” kata Nursaadah.
Selain itu, dalam Kurikulum Merdeka setiap kelas hanya mendapat satu mata pelajaran seni, seni tari atau seni rupa, sehingga membatasi peluang kolaborasi. Nursaadah mengungkapkan bahwa meskipun materi Bahasa Indonesia tentang pembuatan poster sangat relevan dengan seni rupa, ia mengajar di kelas yang mendapatkan seni tari. “Materi Bahasa Indonesia yang saya ajar, seperti pembuatan poster lebih cocok dipadukan dengan seni rupa. Tapi, karena kelas saya mendapatkan seni tari, saya tidak bisa berkolaborasi dengan guru seni rupa,” jelasnya.
Masalah lain muncul dari perbedaan pembagian materi antara semester 1 dan 2. Banyak materi Bahasa Indonesia di semester 1 yang berkaitan dengan mata pelajaran lain di semester 2, tetapi perbedaan semester membuat kolaborasi sulit dilakukan.
Dengan berbagai kendala tersebut, Nursaadah berharap ke depannya ada penyelarasan jadwal, materi, dan metode pengajaran sehingga penerapan deep learning lebih efektif dan kolaborasi antarguru lebih terintegrasi.
Editor : Arlinta Ayu Putri Yunexsa
