Tari Bedhaya, Warisan yang Menari Setiap Minggu di Jantung Budaya Yogyakarta

Tari Bedhaya

Yogyakarta — Suara gamelan mengalun lembut dari Bangsal Sri Manganti Keraton Yogyakarta pada Minggu pagi. Di antara deretan wisatawan dan warga lokal yang duduk dengan takzim, sembilan penari berbusana kebesaran Jawa mulai melangkah perlahan. Inilah Tari Bedhaya, tarian klasik penuh makna yang setiap pekan menebar pesona di jantung budaya Yogyakarta.

Pementasan ini merupakan bagian dari agenda rutin Pertunjukan Seni Keraton Yogyakarta yang digelar setiap hari Minggu pukul 10.00 WIB. Acara ini terbuka untuk umum dan menjadi salah satu daya tarik wisata budaya yang paling ditunggu. Melalui kegiatan ini, Keraton berupaya memperkenalkan sekaligus melestarikan warisan budaya Jawa kepada masyarakat luas, terutama generasi muda.

Menurut Ratri Lestari (23), salah satu penari muda yang turut tampil pagi itu, latihan rutin menjadi bagian penting dari persiapan.

“Kami berlatih hampir setiap sore di kompleks keraton. Walau gerakannya pelan, tapi setiap langkah harus tepat dan serasi. Tari Bedhaya bukan sekadar gerak tubuh, tapi juga pengendalian diri,” ujarnya sambil tersenyum.

Tari Bedhaya memiliki filosofi mendalam tentang keselarasan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Gerakannya yang lembut dan terukur menggambarkan keseimbangan hidup dan kehormatan terhadap nilai-nilai spiritual. Dalam tradisi Jawa, tarian ini juga dianggap sebagai simbol kesucian dan ketenangan batin.

Pengunjung yang datang pun tampak terpukau oleh keanggunan para penari. Budi Santoso (34), wisatawan asal Semarang, mengaku kagum melihat pertunjukan tersebut.

“Saya baru pertama kali melihat langsung. Gerakannya pelan tapi punya makna yang dalam. Anak saya juga jadi penasaran sama budaya Jawa,” tuturnya.

Selain menjadi tontonan, pertunjukan mingguan ini juga menjadi sarana edukasi budaya. Di area sekitar bangsal, pengunjung dapat melihat pameran kostum tari, alat musik gamelan, hingga penjelasan singkat mengenai makna setiap tarian. Abdi dalem keraton dengan ramah menjelaskan filosofi di balik setiap gerakan dan iringan gamelan kepada para wisatawan.

Etika dalam pertunjukan pun dijaga dengan ketat. Penari dan pengrawit diminta menjaga sikap sopan, ketenangan, dan ketulusan selama tampil. Tidak ada tepuk tangan di tengah pementasan — semua penonton diminta menghormati suasana khidmat yang menjadi ciri khas Tari Bedhaya.

Melalui kegiatan ini, Keraton Yogyakarta tidak hanya mempertahankan warisan leluhur, tetapi juga menghidupkan kembali kesadaran budaya di tengah generasi muda yang kini tumbuh di era digital. Diharapkan, kegiatan semacam ini mampu menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya lokal serta menanamkan nilai-nilai kesopanan dan keharmonisan hidup.

Editor: Fitriana Oktavia

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *