
Tekanan akademik masih dirasakan banyak mahasiswa di berbagai perguruan tinggi. Tugas yang datang, kegiatan organisasi, serta ekspektasi keluarga kerap menjadi sumber beban mental.
Amel, sebagai mahasiswa mengungkapkan, “Tugas datang terus, nilai harus bagus, ikut organisasi juga makan waktu. Tapi yang paling berat itu harapan orang tua. Kadang takut gagal dan ngecewain mereka.”
Tekanan tersebut semakin terasa ketika memasuki semester tiga, saat mata kuliah inti mulai padat dan persaingan akademik meningkat. “Biasanya paling kerasa pas deadline bareng-bareng atau pas nilai nggak sesuai harapan,” tambahnya.
Psikolog Pendidikan Dr. Aulia Rahma menyampaikan, “Tekanan akademik bukan hanya datang dari tugas atau dosen, tetapi dari ekspektasi keluarga yang tidak diucapkan. Banyak mahasiswa merasa harus kuat karena takut mengecewakan orang tuanya.”
Melihat fenomena ini, sudah seharusnya dunia pendidikan dan lingkungan keluarga tidak hanya menuntut keberhasilan akademik, tetapi juga memberi ruang aman bagi mahasiswa untuk berproses. Ekspektasi tetap penting, namun empati dan dukungan emosional jauh lebih dibutuhkan agar mahasiswa tidak merasa berjuang sendirian.
Tekanan tidak akan hilang sepenuhnya, tetapi dapat menjadi lebih ringan ketika mahasiswa dihargai bukan hanya dari nilai, melainkan dari usaha dan ketekunan dalam menjalani proses belajar.
Editor: Fitriana Oktavia
