
Bagi banyak Gen Z, malam bukan lagi waktu untuk beristirahat, melainkan momen terbaik untuk berkarya. Di saat sebagian orang sudah terlelap, mereka justru sibuk menyelesaikan tugas kuliah, membuat konten, scrool Tiktok, atau menonton drama Korea berjam-jam. Aktivitas ini sering disebut sebagai “jam produktif malam”, meski diam-diam menimbulkan krisis tidur sehat di kalangan anak muda.
Tren produktivitas malam kini menjadi bagian dari gaya hidup Gen Z.
Mereka beralasan, malam hari memberi suasana yang tenang dan bebas gangguan, sehingga pikiran terasa lebih jernih untuk berpikir atau berekreasi. Tidak sedikit yang mengaku ide-ide segar justru muncul ketika kota mulai sepi dan hanya suara keyboard atau musik lembut yang menemani.
Menurut laporan Katadata Insight Center (2024), sebanyak 68% anak muda Indonesia mengaku lebih sering beraktivitas produktif pada malam hari dibanding pagi atau siang. Hal ini menunjukkan pergeseran pola hidup generasi digital yang semakin terikat pada ritme dunia daring.
Salah satu penyebab utama Gen Z begadang adalah kebiasaan menggulir Tiktok hingga larut malam. Aplikasi video pendek ini menawarkan hiburan tanpa batas. Awalnya hanya ingin menonton sebentar, tetapi algoritma yang menampilkan konten menarik membuat mereka sulit berhenti. Setiap kali ingin menutup aplikasi, selalu muncul video baru yang menggoda untuk ditonton. Waktu pun berlalu tanpa terasa.
Selain itu, maraton drama Korea (drakor) menjadi ritual malam bagi sebagian besar anak muda. Satu episode selesai, muncul keinginan menonton satu lagi, dan begitu seterusnya hingga dini hari. Cerita yang emosional, aktor yang menarik, dan rasa penasaran pada kelanjutan kisah membuat mereka rela menunda tidur. Aktivitas ini dianggap sebagai cara melepas penat, padahal justru menambah kelelahan di hari berikutnya.
Tak hanya faktor hiburan, tekanan sosial dan budaya produktivitas juga berperan besar. Gen Z hidup dalam lingkungan yang menuntut mereka untuk selalu aktif dan kreatif. Di media sosial, narasi seperti “tidur nanti saja” sering dianggap lambang ambisi dan kerja keras. Akibatnya, banyak yang merasa bersalah jika tidur terlalu cepat, seolah kehilangan kesempatan untuk berkarya atau bersosialisasi secara daring.
Namun, kebiasaan tidur larut tidak bisa dianggap sepele. Menurut riset Kementrian kesehatan RI (2023), kurang tidur menyebabkan tubuh sulit fokus, mudah stres, dan menurunkan daya tahan. Ketika malam terus dihabiskan untuk layar ponsel dan layar laptop, tubuh kehilangan waktu untuk memulihkan energi. Gaya hidup malam yang awalnya dianggap produktif lambat laun berubah menjadi kebiasaan yang merugikan diri sendiri.
Gen Z memang generasi yang kreatif, terbuka, dan melek teknologi. Namun, mereka juga perlu sadar bahwa produktivitas tidak harus datang dari malam tanpa tidur. Tidur cukup bukan tanda malas, melainkan bagian dari keseimbangan hidup. Dunia digital memang selalu aktif 24 jam, tetapi manusia tidak. Saatnya Gen Z memahami bahwa menjaga pola tidur sama pentingnya dengan mengejar mimpi.
Editor: Jevavia Aurelia Salsabila
