Kepercayaan bahwa gaya belajar seseorang dapat dipetakan melalui MBTI semakin populer di kalangan mahasiswa. Banyak yang merasa lebih memahami diri sendiri setelah mengetahui tipenya—mulai dari introvert, extrovert, hingga intuitive atau sensing. Namun, apakah benar tipe MBTI dapat menentukan cara seseorang belajar? Pertanyaan ini muncul karena MBTI sering dijadikan acuan informal dalam aktivitas perkuliahan, seperti pembagian kelompok hingga strategi belajar pribadi.
Riset menunjukkan bahwa hubungan antara MBTI dan gaya belajar ternyata tidak sekuat yang sering diasumsikan. Penelitian dari Pittenger (2005), misalnya, menegaskan bahwa MBTI tidak memiliki dasar ilmiah yang cukup untuk memprediksi performa akademik maupun preferensi belajar secara akurat. Selain itu, penelitian lain oleh Furnham (2017) menemukan bahwa hasil MBTI tidak konsisten ketika seseorang mengulang tes dalam rentang waktu tertentu, sehingga sulit dijadikan patokan yang stabil. Temuan-temuan ini memperlihatkan bahwa MBTI lebih tepat digunakan sebagai refleksi diri, bukan sebagai alat pemetaan gaya belajar yang objektif.
Sebagai mahasiswa, justru kitalah yang paling merasakan dinamika belajar sehari-hari. Bukankah sering terjadi seseorang dengan tipe yang sama justru memiliki cara belajar yang sangat berbeda? Menurutku, gaya belajar lebih dipengaruhi oleh konteks: dosen yang mengajar, suasana kelas, suasana hati, dan tekanan tugas. Rasanya tidak adil ketika preferensi belajar manusia yang begitu kompleks disederhanakan hanya melalui empat huruf MBTI.
Fenomena mahasiswa yang mengandalkan MBTI untuk memahami gaya belajar memang menarik, terutama karena tes tersebut mudah diakses dan terasa personal. Namun, bergantung sepenuhnya pada MBTI dapat membuat kita terjebak pada label yang membatasi. Alih-alih mencari tipe yang “pas”, mahasiswa sebaiknya mengeksplorasi berbagai strategi belajar, mengamati mana yang benar-benar efektif, dan menyesuaikannya dengan perubahan kebutuhan akademik.
Pada akhirnya, diskusi tentang MBTI bukan sekadar tentang cocok atau tidaknya tipe kepribadian terhadap gaya belajar, tetapi tentang bagaimana mahasiswa memahami diri sendiri secara lebih fleksibel. MBTI dapat menjadi pintu awal introspeksi, tetapi bukan satu-satunya kunci. Dunia akademik menuntut adaptasi, bukan sekadar pengelompokan. Mungkin yang lebih penting bukan menanyakan “tipe saya apa”, tetapi “apa cara belajar yang membuat saya berkembang hari ini?”
