Kegiatan Pengembaraan Dinilai Bentuk Karakter Mahasiswa, Namun Risiko Tetap Perlu Diwaspadai

Sumber Dokumentasi: Dokumen Pribadi

Purwokerto—Pada sejumlah organisasi mahasiswa di tingkat universitas, kegiatan pendidikan dasar atau diksar/longmarch yang meliputi latihan kedisiplinan, orientasi medan, hingga pengembaraan tetap menjadi bagian penting dari proses pembinaan anggota baru. Aktivitas ini dirancang untuk membentuk karakter, meningkatkan kemandirian, serta melatih kemampuan bertahan di alam. Namun, aktivitas pengembaraan yang menuntut perjalanan jarak jauh dan latihan survival tetap menimbulkan diskusi mengenai manfaat dan risiko yang memerlukan pengelolaan serius.

Pengembaraan dikenal sebagai tahap pelatihan intensif yang menguji kemampuan fisik dan mental peserta. Mahasiswa biasanya dilatih membaca peta, menentukan arah, mengelola logistik, hingga bekerja dalam tim dalam kondisi alam yang tidak selalu dapat diprediksi. Kegiatan semacam ini dinilai memberikan pembelajaran yang sulit diperoleh hanya dari ruang kelas, seperti ketika berada di alam terbuka, peserta dituntut untuk berpikir cepat, menilai risiko, serta mengambil keputusan yang berdampak pada keseluruhan tim.

Pengembaraan sering kali menjadi sarana bagi peserta untuk mengenali batas kemampuan diri. Tanpa melalui pengembaraan, peserta tidak akan mengetahui sejauh mana mereka mampu bertahan, karena ketahanan personal sangat dipengaruhi oleh kesiapan mental. Kegiatan pengembaraan juga berfungsi sebagai latihan kekompakan kelompok, sekaligus membangun empati antarpeserta. Situasi sederhana seperti anggota kelompok yang tertinggal dan harus ditunggu, dipandang sebagai proses pembelajaran tanggung jawab dan solidaritas.

Meski manfaatnya diakui, risiko yang muncul di lapangan tetap harus diperhatikan. Dalam beberapa waktu terakhir, beberapa insiden di berbagai daerah menunjukkan bahwa peserta dapat tersesat, mengalami cedera, atau menghadapi cuaca ekstrem. Hal ini menandakan bahwa tantangan terbesar bukan semata berasal dari alam, tetapi dari kurangnya persiapan teknis dan minimnya pengawasan. Mereka menegaskan bahwa risiko sebenarnya dapat ditekan melalui perencanaan yang matang, mulai dari pengkajian rute, pemeriksaan kondisi peserta, hingga kesiapan pendamping yang memahami prosedur keselamatan.

Bagi beberapa mahasiswa, pengembaraan tetap menjadi salah satu momen paling berkesan selama proses penerimaan anggota baru. Mereka menilai tantangan fisik, rasa lelah, hingga tekanan situasi sebagai bagian dari proses pendewasaan diri. Pengalaman di luar ruang membuat mereka memahami arti persahabatan, kerja sama, dan menghargai hal-hal kecil yang sebelumnya dianggap biasa.

Para peserta maupun mantan anggota dari organisasi yang bersangkutan menegaskan bahwa keberlangsungan pengembaraan tidak ditentukan oleh wacana penghapusan atau pelaksanaannya, melainkan oleh kualitas pengelolaannya. Dengan manajemen risiko yang baik, pengawasan profesional, dan budaya pembinaan yang sehat, pengembaraan dinilai tetap dapat menjadi sarana pembentukan karakter yang kuat tanpa mengabaikan aspek keselamatan.

Pihak kampus diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara menjadikan alam sebagai ruang belajar yang memperkaya pengalaman mahasiswa dan memastikan bahwa seluruh rangkaian kegiatan berlangsung dengan aman serta bertanggung jawab.

Editor: Zaskia Ayu Nissa

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *