Ilustrasi: Khanifah Zulfi
Purwokerto — Organisasi mahasiswa (ormawa) kini berada pada masa penting. Selama bertahun-tahun, ormawa menjadi ruang bagi mahasiswa untuk belajar memimpin, berkomunikasi, dan mengembangkan diri. Namun, generasi mahasiswa saat ini tumbuh dalam lingkungan yang serba cepat dan serba digital, sehingga cara mereka memilih kegiatan pun ikut berubah. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar
Apakah ormawa masih relevan?
Dalam beberapa tahun terakhir, muncul pandangan di kalangan mahasiswa bahwa organisasi kampus perlu menawarkan manfaat yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman. Sebagian mahasiswa baru merasa kegiatan yang memberi hasil cepat lebih menarik, seperti kursus daring, komunitas digital, sertifikasi, atau magang. “Kalau bisa belajar skill dalam dua minggu, kenapa harus ikut kegiatan yang rapatnya panjang?” ujar H, mahasiswa baru di salah satu universitas di Purwokerto. Persepsi seperti inilah yang menjadi tantangan bagi ormawa untuk beradaptasi dan menunjukkan bahwa mereka tetap menawarkan nilai penting.
Meski begitu, anggapan bahwa organisasi mahasiswa tidak lagi relevan dibantah oleh sejumlah penelitian. Studi Effectiveness of Student Participation in Campus Organizations (2024) menemukan bahwa mahasiswa yang aktif dalam organisasi kampus mengalami peningkatan nyata dalam kemampuan memimpin, bekerja sama, mengatur waktu, hingga mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Temuan ini menegaskan bahwa pengalaman belajar seperti itu tidak sepenuhnya bisa digantikan oleh kursus singkat atau kegiatan daring.
Tantangan utama bagi ormawa saat ini bukan pada kurangnya manfaat, tetapi pada cara kerja yang kadang dianggap terlalu kaku atau berulang. Beberapa kegiatan yang terlalu seremonial, rapat panjang tanpa hasil jelas, maupun program yang sama setiap tahun membuat sebagian mahasiswa merasa kurang tertarik. Akibatnya, minat untuk bergabung pun menjadi lebih rendah.
Padahal, potensi organisasi mahasiswa sangat besar. Di sinilah mahasiswa belajar menghadapi perbedaan pendapat, mengelola banyak karakter, menyusun rencana, dan bekerja dalam tim untuk mencapai tujuan bersama. Pengalaman seperti ini sulit diperoleh hanya melalui pembelajaran berbasis layar.
Oleh karena itu, pembaruan menjadi kunci. Ormawa perlu menghadirkan kegiatan yang lebih fleksibel, kreatif, dan relevan dengan kebutuhan mahasiswa masa kini. Pemanfaatan teknologi, sistem kerja yang lebih efisien, serta program yang berdampak langsung dapat membantu menarik kembali minat mahasiswa.
Pada akhirnya, masa depan organisasi mahasiswa tidak hanya dilihat dari jumlah anggotanya, tetapi dari manfaat nyata yang mereka berikan. Jika mampu beradaptasi, ormawa tetap akan menjadi ruang berkembangnya pemimpin muda dan tempat tumbuhnya gagasan-gagasan baru di lingkungan kampus.
Editor: Jawinia Wulandari
