Riswo Mulyadi merupakan seorang penyair dan guru yang berasal dari Desa Cihonje Kecamatan Gumelar, Banyumas, Jawa Tengah. Menempuh pendidikan di SD Negeri 1 Cihonje, SMP Negeri 1 Ajibarang, PGA (Pendidikan Guru Agama) Negeri Purwokerto, dan kemudian melanjutkan studi perguruan tinggi di STAIMS (Sekolah Tinggi Agama Islam Masjid Syuhada) Yogyakarta. Latar belakang studinya yang belajar pendidikan agama lantas tak menghalangi Riswo untuk mengekspresikan jiwa seni ke dalam puisi yang ditulisnya.
– Ketertarikan menulis puisi
Saat duduk di bangku kelas 2 di PGA Negeri Purwokerto, Riswo mulai tertarik untuk merangkai bait demi bait puisi. Ia menuliskan isi pikiran dan perasaan hatinya ke dalam buku tulis khusus puisi yang ia punya. Dari situlah Riswo mulai terbiasa menuliskan perasaan/isi hatinya yang kemudian di teliti, dan di koreksi menjadi sebuah puisi.
Namun ia baru aktif kembali menulis puisi dan geguritan bahasa Banyumasan pada tahun 2012 hingga 2013, kemudian mencari informasi tentang penyair melalui media sosial facebook. Ia aktif menghubungi penyair puisi lewat pesan singkat meminta saran terkait puisi ciptannya. Riswo sangat gigih dan percaya bahwa ia bisa menulis puisi yang indah.
“Kita penulis puisi harus bisa menjadi editor yang pertama untuk karyanya sendiri,” ujar Riswo.
Bagi Riswo, lewat puisi banyak pesan yang dapat disampaikan tanpa kesan menggurui, membuat segala hal menjadi indah lewat diksi, serta letak asiknya yaitu tidak semua orang paham puisi. Sehingga lebih bebas dalam menyuarakan isi hati. Karya-karya puisinya pun tak dibiarkan begitu saja, ia bahkan sudah membuat buku kumpulan puisi yang berjudul Gigir Bukit Sinawing. Judul tersebut diambil dari salah satu bukit yang terdapat di desanya, yang biasa dijuluki “Gigir Sinawing.” Tempat tersebut sangat berkesan bagi Riswo karena di sana ia sering melakukan aktivitas bermain dan membantu orang tua berkebun.
Suasana tersebut muncul dan menjadi latar dalam penciptaan puisi maupun geguritan Banyumasan. ”Buku kumpulan puisi ini menjadi karya monumental yang terdokumentasi dengan baik untuk anak cucu saya di masa depan,” ujarnya. Melalui puisi, ia dapat mengungkapkan sesuatu yang dirasakan pancaindra, menjadi alat bersosialisasi, dan menuliskan perjalanan hidup. Sehingga saat membaca puisi seolah-olah sedang membaca kehidupan sendiri. Ketertarikan Riswo terhadap puisi tidak muncul begitu saja, melainkan kegemarannya dalam membaca, memperkaya kosakata yang banyak, dan menuangkannya lewat tulisan.
– Menjadi guru yang membangkitkan literasi
Aktif sebagai guru di MI Ma’arif NU 1 Cilangkap, Riswo menerapkan literasi kepada siswa dengan cara membaca dan menulis melalui puisi. Ia menyatakan, “Ketika siswa belajar membaca dan menulis puisi melatih kepekaan rasa dan membangkitkan literasi.” Ia juga mengungkapkan bahwa ada kegiatan di sekolah yaitu menulis puisi setiap selesai kegiatan pembelajaran. “Saya mencoba mengajak siswa untuk menulis puisi dengan bertanya ‘kalian mempunyai perasaan yang mendalam kepada siapa?’ anak-anak menjawab ‘ibu’ lalu saya perintahkan tulis dikertas,” tegasnya.
– GERSUAS (Gerakan Sosial untuk Anak Sekolah Gersuas)
Gerakan ini dimulai tahun 2012 yang juga menjadi awal mula Riswo menulis puisi. Kepeduliannya pada pendidikan anak-anak di daerahnya bersama Eddy Pranata dan beberapa penyair mendirikan yayasan Gersuas untuk membantu anak yang tidak mampu. “Ceritanya begini. Awalnya, ada anak kecil menangis karena ingin sekolah, tetapi orang tuanya tidak mampu. Kemudian, tetangga sebelahnya menceritakan kejadian tersebut kepada Pak Eddy. Saat itulah, Pak Eddy mengajak saya dan rekan-rekan penyair untuk membuat gerakan yang dapat membantu anak-anak kurang mampu untuk melanjutkan sekolah. Setiap bulan, kami iuran untuk memenuhi kebutuhan anak sekolah serta perlengkapannya,” ujar Riswo.
Gerakan ini juga berperan sebagai wadah untuk melestarikan karya sastra puisi. Setiap satu tahun sekali saat laporan keuangan Gersuas yang dihadiri oleh para donatur, diadakan panggung pementasan yaitu pembacaan puisi ciptaan beberapa penyair termasuk puisi milik Riswo. Kegiatan ini bukan hanya sekadar gerakan sosial, ia juga aktif belajar membuat karya sastra puisi bersama para penyair, bergabung dan berkembang bersama dalam komunitas penyair, dan Lesbumi NU (Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia) yang menjadi wadah perjuangan seniman dan budayawan Nahdlatul Ulama (NU) untuk mengembangkan seni dan budaya bernuansa Islami serta pemberdayaan seniman dan budayawan di Indonesia.
Penulis: Najwa Rahmadani
Penyunting: Niken Awra Salsabila
