
Purwokerto — Pementasan drama Bayang di Balik Singgasana menjadi penutup rangkaian Jagat Rasa 2025 yang digelar oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) angkatan 2023 kelas C, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman. Dipentaskan pada Jumat, 12 Desember 2025 di Aula Bambang Lelono, pertunjukan ini sukses menyuguhkan kisah yang sarat konflik sosial, emosi, dan perenungan kemanusiaan.
Drama ini merupakan adaptasi dari naskah Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya, yang mengangkat persoalan relasi kuasa antara kaum bangsawan dan kaum sudra. Melalui dialog-dialog tajam dan situasi dramatis yang intens, pementasan ini mempertanyakan ulang makna kemuliaan, kehormatan, dan status sosial yang kerap menjadi batas pemisah antar manusia.
Bayang di Balik Singgasana menampilkan kisah tentang luka batin, kasih sayang yang terpendam, serta penyesalan yang tak terucap di balik kemegahan singgasana. Tokoh-tokoh dalam cerita digambarkan hidup dalam bayang-bayang tradisi dan struktur sosial yang menekan, memperlihatkan bagaimana kekuasaan tidak selalu beriringan dengan kebahagiaan dan keadilan.
Disutradarai oleh tim sutradara mahasiswa kelas C, pementasan ini tampil kuat berkat dukungan artistik yang matang, mulai dari tata cahaya, musik pengiring, hingga tata kostum yang merepresentasikan nuansa budaya dan hierarki sosial. Akting para pemain mampu membangun emosi penonton dan menghadirkan suasana dramatik yang mendalam sepanjang pertunjukan.
Sebagai bagian dari Jagat Rasa 2025, pementasan ini tidak hanya menjadi ajang unjuk kreativitas mahasiswa, tetapi juga ruang pembelajaran praktis dalam mengaplikasikan ilmu bahasa dan sastra ke dalam seni pertunjukan. Bayang di Balik Singgasana menjadi bukti bahwa teater mampu menjadi medium refleksi sosial yang relevan, kritis, dan menyentuh sisi kemanusiaan penonton.
Dengan mengangkat isu kasta, kuasa, dan kemanusiaan, pertunjukan ini meninggalkan pesan kuat bahwa di balik gelar dan kehormatan, setiap manusia menyimpan bayang-bayang luka yang sama.
Editor: Indriani Nurul Istiqomah
