Banyumas – Aromanya segar, warnanya menawan, dan rasanya khas. Kecombrang, si cantik ini tidak hanya memperkaya cita rasa masakan, tetapi juga menyimpan rahasia besar bagi kesehatan tubuh. Di balik kelopak bunganya yang anggun, tersembunyi senyawa antioksidan alami yang menjadikannya primadona baru di dunia pangan sehat.
“Awalnya, saya melihat masyarakat banyak menggunakan bunga dan batang kecombrang sebagai bahan masakan dan bahkan menjadi obat tetes mata. Dari situ muncul pertanyaan, apakah tanaman ini memang memiliki manfaat fungsional,” ujar Rifda dalam wawancara.
Sejak tahun 2003, Rifda mulai mengkaji kecombrang secara ilmiah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tanaman ini mengandung komponen bioaktif yang berfungsi sebagai antimikroba, antioksidan, dan bahan pengawet alami.
“Selain bunganya yang cantik, ternyata kecombrang juga memiliki potensi besar sebagai bahan pangan fungsional,” tambahnya.
Kecombrang tumbuh subur di daerah yang rindang dan dekat dengan sumber air, seperti Baturraden dan Gumelar di Kabupaten Banyumas. Tanaman ini juga banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional dan bahkan telah menyebar hingga ke daerah Jawa Barat, Sukabumi, Pangandaran, serta beberapa daerah di Sumatera. Menariknya, di luar negeri seperti Malaysia dan Singapura, kecombrang justru digunakan sebagai tanaman hias dan di Eropa digunakan sebagai bahan campuran salad dengan tambahan mayones.
Sebagai peneliti, Rifda telah mempresentasikan hasil risetnya dalam berbagai seminar internasional, antara lain di Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Filipina, Belanda, Denmark, Swiss, Inggris, Swedia dan lainnya. Melalui forum-forum tersebut, ia memperkenalkan kecombrang sebagai komoditas lokal Indonesia yang memiliki potensi global.
Ekstrak bunga kecombrang dapat menjadi alternatif pengganti pengawet sintetis karena mampu menghambat pertumbuhan mikroba secara alami.
“Masyarakat kini mulai mencari bahan pengawet yang alami, tanpa bahan sintetis. Kecombrang bisa menjadi solusi bagi mereka yang ingin mengonsumsi makanan sehat,” jelas Rifda.
Tidak hanya sebagai pengawet, ekstrak kecombrang juga terbukti menjaga cita rasa dan aroma makanan. Pada olahan daging, misalnya, penambahan ekstrak kecombrang tidak mengubah rasa asli, tetapi mampu memperpanjang masa simpan. Pada ikan, fungsinya bahkan ganda yaitu mengawetkan sekaligus mengurangi bau amis.
Saat ini, Rifda dan beberapa peneliti lain mengembangkan produk teh kecombrang, serta meneliti penggunaannya dalam produk fermentasi seperti yogurt, kefir, dan keju.
“Bentuk segar kecombrang sulit didapat setiap saat, jadi kami kembangkan versi bubuk atau ekstrak yang lebih praktis digunakan, seperti menambahkan bumbu dapur,” ujarnya.
Melalui penelitiannya, Rifda juga berupaya memberdayakan petani kecombrang lokal. Ia ingin menggagas sistem petani plasma, di mana hasil panen dapat disalurkan langsung ke laboratorium untuk dijadikan bahan penelitian.
Keunggulan kecombrang tidak hanya pada fungsinya sebagai pengawet alami, tetapi juga sebagai antioksidan yang baik bagi sistem imun. Kandungan bioaktifnya mampu menangkal radikal bebas dan meningkatkan daya tahan tubuh tanpa efek samping, berbeda dengan bahan sintetis yang dapat berpotensi berbahaya.
“Berdasarkan hasil penelitian dan testimoni masyarakat, kecombrang terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan,” kata Rifda menutup pembicaraan.
Dari dapur tradisional hingga panggung internasional, kecombrang kini tidak hanya dikenal karena keharumannya, tetapi juga karena potensinya sebagai bahan pangan alami yang menyehatkan dan ramah lingkungan.
Editor: Anindhya Chatriana