Malam Rabu Pahing: Menyulam Sastra dan Budaya dalam Ikon Wayang
Dalam rangka merayakan kekayaan tradisi budaya Indonesiapada tanggal 5 November, SMK 3 Banyumas, sekolah seni yang terkenal di Banyumas, menggelar acara Pedalangan yang mengangkat nilai-nilai sastra melalui pentas wayang kulit. Acara yang bertajuk “Malam Rabu Pahing” ini menghadirkan nuansa penuh makna, baik dalam visual maupun cerita yang ditampilkan, yang dilengkapi dengan sebuah poster yang sarat dengan elemen sastra.
Judul “Malam Rabu Pahing” bukan hanya sekadar nama acara, tetapi juga mengandung nilai budaya yang mendalam. Dalam tradisi Jawa, Rabu Pahing merupakan salah satu hari yang memiliki makna mistis dan spiritual. Hari ini sering kali dianggap penuh dengan keberuntungan atau energi positif, yang dipilih sebagai waktu yang tepat untuk acara penting atau ritual. Oleh karena itu, penggunaan “Malam Rabu Pahing” dalam judul acara ini bukan hanya merujuk pada waktu pelaksanaan, tetapi juga memberikan kesan sakral dan penuh makna, yang sangat kental dengan nuansa sastra.
Poster acara ini menampilkan ikon wayang sebagai elemen utama. Wayang, yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari sastra lisan Indonesia, dipilih sebagai simbol utama dalam menggambarkan kedalaman cerita yang akan dipertunjukkan. Wayang kulit, sebagai salah satu bentuk seni pertunjukan yang paling dikenal, memiliki kekuatan naratif yang sangat tinggi, menggabungkan penceritaan epik dengan filosofi kehidupan yang sangat mendalam. Karakter-karakter wayang seperti Arjuna, Dharma, dan Semar tidak hanya menggambarkan keindahan seni, tetapi juga memiliki pesan moral dan simbolisme yang kaya, yang sangat dekat dengan dunia sastra.
Menurut Dwi Purwanto, salah satu guru seni di SMK 3 Banyumas, acara Pedalangan Malam Rabu Pahing ini bertujuan untuk menyampaikan pesan moral dan kebijaksanaan melalui wayang yang sarat dengan nilai sastra. “Wayang adalah bentuk sastra yang hidup, mengandung pesan moral yang tidak hanya relevan pada zaman dahulu, tetapi juga sangat relevan dengan kehidupan kita sekarang. Melalui acara ini, kami ingin menunjukkan kepada para siswa dan masyarakat bahwa seni pedalangan tidak hanya tentang hiburan, tetapi juga tentang bagaimana sastra dan budaya saling bersinergi untuk memberi pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan,” jelasnya.
Malam itu, pentas pedalangan yang diadakan di aula sekolah SMK 3 Banyumas tidak hanya menyajikan pertunjukan wayang, tetapi juga memperkaya pengetahuan sastra peserta dengan dialog-dialog yang penuh makna. Dalam setiap gerakan wayang dan iringan gamelan, terselip kata-kata puitis yang membangkitkan perasaan, yang mengingatkan kita pada kekayaan seni, bahasa dan sastra Indonesia.