Resensi  Novel Hati Suhita: Ketika Cinta dan Tradisi Beradu di Balik Budaya Pesantren

Identitats Buku

Judul                           : Hati Suhita

Penulis                        : Khilma Anis

Penerbit                       : Telaga Aksara bekerja sama dengan Mazaya Media

Tahun terbit                : 2019

Kota Terbit                  : Yogyakarta

Cetakan                       : V

Jumlah halaman          : 406

Sinopsis

Hati Suhita mengisahkan perjalanan hidup seorang perempuan bernama Alina Suhita, yang hidup di dunia pesantren dan harus terjebak dalam tradisi perjodohan, sebuah tradisi yang masih lekat dalam kehidupan pesantren. Alina Suhita adalah perempuan yang sangat cerdas dan visioner. Namun, takdir membuatnya harus menghadapi kenyataan bahwa pernikahannya bukanlah tentang cinta, melainkan kewajiban dan amanah dari keluarga. Suaminya, Gus Birru, merupakan anak dari pemilik pesantren besar, seorang pria berpendidikan dan ambisius yang memiliki dunia dan cita-citanya sendiri, yang sedikit bertolak belakang dengan kehidupan pesantren.

Meski menjalin hubungan suami-istri, hubungan mereka tidaklah seperti yang dibayangkan, sebab hati Gus Birru masih tertambat pada Rengganis, cinta masa lalunya yang belum terhapus. Di tengah kesunyian pernikahan ini, Suhita berusaha memahami dan menerima perannya sebagai istri, meskipun hatinya terusik oleh kegetiran takdir. Melalui kesabaran dan ketulusan, Suhita perlahan berupaya menaklukkan hati suaminya. Walaupun terasa begitu berat, dengan kegigihan, perjuangan, dan berbagai drama yang dialaminya, Alina Suhita tak pernah menyerah.

Di balik cerita cinta yang rumit ini, Khilma Anis menggambarkan dilema antara tradisi dan kebebasan dalam memilih pasangan hidup. Alina Suhita bukan hanya menghadapi konflik batin, tetapi juga pertentangan antara kewajiban sebagai istri dan hasratnya untuk merasakan cinta yang sesungguhnya. Apakah Suhita dan Gus Birru akan menemukan titik temu di tengah perbedaan dan masa lalu yang menyakitkan? Melalui perjalanan yang penuh pengorbanan, Hati Suhita mengajak pembaca menyelami makna cinta, keikhlasan, dan keteguhan hati di tengah keterbatasan tradisi.

Kelebihan

Penggambaran Budaya yang Kuat

Hati Suhita tidak hanya menyajikan kisah romansa saja, tetapi juga memperlihatkan dengan jelas kehidupan di kalangan pesantren. Khilma Anis berhasil mengangkat budaya perjodohan dengan pendekatan yang realistis dan tidak menghakimi. Selain itu, novel ini juga memberikan wawasan tentang cerita dan filosofi dunia wayang, sehingga pembaca tidak hanya menerima pesan moral dari kisahnya, tetapi juga memperoleh pemahaman serta pengetahuan tentang tokoh-tokoh wayang yang menggambarkan sosok perempuan pada masa pra-kolonial.

    Kedalaman Penggambaran Kehidupan Pesantren

    Salah satu kelebihan novel Hati Suhita adalah mampu mengangkat kisah-kisah kehidupan yang ada di dunia pesantren. Khilma Anis berhasil menghidupkan romansa dunia pesantren dengan menampilkan nilai-nilai ajaran Jawa yang erat dengan kehidupan para kiai, seperti “mikul duwur mendem jeru” dan “bekti nastiti ati ati”. Novel Hati Suhita ini menarik minat pembaca, terutama mereka yang awam dengan sejarah, untuk mendalami ceritanya, yang di dalamnya mencakup kisah Mbah Kiai Hasan Besari, guru dari Ranggawarsita, seorang pujangga Jawa. Khilma Anis sebagai penulis mampu menyampaikan dan mengangkatnya dengan begitu baik, dengan nilai-nilai, dan tradisi yang masih jarang ditemui dalam novel-novel lain. Keberhasilan ini memberikan warna baru dalam dunia sastra, karena kisah seperti ini masih jarang diangkat dan ditulis seperti yang dilakukan Khilma Anis.

    Mampu Menyajikan Bacaan dengan Berbagai Sudut Pandang

    Novel ini mampu menyajikan bacaan dengan berbagai sudut pandang. Mulai dari pandangan Suhita, Gus Birru, bahkan Rengganis, sehingga pembaca dituntun untuk tidak menghakimi bahkan membenci salah satu tokoh di dalamnya. Yang lebih menarik, novel ini juga tidak menghadirkan tokoh antagonis, semua karakternya berperan sebagai tokoh protagonis.

    Kekurangan

    Banyak Menggunakan Kosakata Bahasa Daerah

      Meskipun menambah kekayaan budaya dan keautentikan cerita, penggunaan dialek Jawa dalam novel ini juga menimbulkan kendala bagi pembaca yang tidak menguasai bahasa Jawa. Banyak kosakata dan ungkapan khas Jawa yang mungkin sulit dipahami oleh pembaca dari daerah lain atau yang tidak terbiasa dengan budaya Jawa. Hal ini dapat menghambat pemahaman pembaca terhadap cerita secara keseluruhan dan mengurangi kenikmatan membaca.

      Alurnya yang Terasa Lambat dan Cukup Membosankan

      Bagi beberapa pembaca, alur cerita mungkin terasa lambat di beberapa bagian, khususnya ketika memasuki sepertiga bagian terakhir. Deskripsi yang panjang dalam beberapa adegan juga membuat pembaca bisa kehilangan fokus, terutama jika lebih menginginkan cerita dengan tempo yang cepat.

      Bagikan:

      Leave a Reply

      Your email address will not be published. Required fields are marked *