Resensi Novel “Romansa Stovia” Karya Sania Rasyid

Sumber : @sania_dora_rasyid dan @penerbitkpg

Romansa Stovia adalah novel ketiga yang ditulis oleh Sania Rasyid dan diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) di Jakarta pada Mei 2024. Novel ini bercerita mengenai empat tokoh sahabat dengan latar belakang yang berbeda terdiri atas Yansen Alexander de Vries Maramis dari Manado, Sudiro dari Purworejo, Hilman Daifullah Ardiwinata dari Bandung, dan Sutan Arsan Chairil Armahedi Mazhar Rangkayo Mudo dari Padang. Kisah kehidupan mereka dimulai ketika mereka menjadi sahabat asrama dan sekolah. Mulai dari lika-liku perjalanan cinta hingga masa depan yang telah menanti mereka untuk menjadi seorang dokter.

Novel ini berlatar belakang pada abad ke-20, tepatnya dimulai dari tahun 1918, ketika  Yansen harus berjauhan dengan keluarga dan orang yang dia cintai, Tan Yun Fei, gadis keturunan Tionghoa, untuk bersekolah di STOVIA dan bertemu dengan tiga tokoh lainnya yang mampu mewarnai alur cerita. Dalam novel Romansa Stovia, Yansen harus memilih antara cinta, sahabat, dan masa depannya yang menjadi seorang dokter. Jadi, manakah yang harus dia pilih?

Novel bergenre fiksi sejarah ini mampu membawa pembaca masuk ke dalam kisah persahabatan dan percintaan yang penuh dengan plot twist menakjubkan. Penulis dapat memadukan antara fiksi dan fakta sejarah tanpa membuat pembaca merasa bosan.

Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis kelahiran Jakarta, 21 September 1980 ini tergolong ringan, mudah dipahami, dan dapat dibaca oleh kalangan mana pun. Penulis juga menyisipkan bahasa asing dan tempo dulu dan catatan kaki untuk memudahkan pembaca memahami konteks yang dimaksud.

Sumber : @sania_dora_rasyid dan @penerbitkpg

Dalam sebuah novel terdapat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, baik secara tersirat maupun tersurat. Novel dengan jumlah halaman 353 ini memiliki nilai yang mengajarkan pentingnya persahabatan, toleransi, dan kerja keras untuk meraih impian. Terbukti dari karakter para tokoh utama yang mampu menghipnotis pembacanya.

Nuansa Hindia-Belanda yang kental dalam novel ini menyuguhkan atmosfer yang khas, meskipun terdapat kelemahan dalam penyajian konflik. Beberapa konflik dalam cerita diselesaikan secara tiba-tiba tanpa penjelasan yang mendalam. Alur yang digunakan pun dinilai kurang konsisten, beberapa bagian alurnya terlalu lambat atau cepat sehingga membuat pembaca kehilangan fokus dalam membaca.

“Jangan kau lepas apa yang ada di hadapanmu. Berguru kepalang ajar, tanda bunga kembang tak jadi. Belajar hendaknya sungguh-sungguh, jangan tanggung-tanggung.” – Sutan Arsan Chairil Armahedi Mazhar Rangkayo Mudo, Novel Romansa Stovia.

Jadi, apakah kalian tertarik mengikuti perjalanan Yansen dan teman-temannya untuk berkeliling Batavia dan Buitenzorg?

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *