Purbalingga-Pandemi Covid-19 tahun 2020 menjadi titik awal lahirnya Komunitas Literasi Purbalingga. Berawal dari waktu luang para mahasiswa yang kembali ke kampung halaman, mereka berkumpul dalam wadah paguyuban Gemalingga (Gerakan Mahasiswa Purbalingga). Dari sana, muncul ide untuk membentuk bidang edukasi literasi yang kemudian berkembang menjadi komunitas tersendiri. Meski pada saat itu Gemalingga hanya bertahan satu tahun, Moch. Wafa, pemuda asal Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga memilih tetap melanjutkan komunitas ini secara mandiri.
Meredanya Covid-19 membuat mahasiswa harus kembali ke kampus, sehingga komunitas ini sempat tidak berjalan dengan lancar. Komunitas Literasi Purbalingga mulai aktif kembali di bawah tangan Wafa pada tahun 2022. Kegiatan yang dilakukan seperti buka lapak yang di dalamnya terdapat membaca buku dan berdiskusi.
Wafa mengakui bahwa kecintaannya pada dunia literasi tidak lahir dari hobi membaca. Komunitas ini tidak berangkat dari “Wah saya suka baca buku nih, bikin komunitas ah,” ujar Wafa. Justru, komitmen itu tumbuh seiring berjalannya waktu.
Komunitas ini semakin dikenal melalui kolaborasi dengan berbagai komunitas dan universitas lain. Dampaknya, jumlah pengikut Instagram Komunitas Literasi Purbalingga tembus lebih dari 1.000 akun. Komunitas ini menjadi wadah bagi Pemuda Purbalingga untuk meningkatkan minat literasi, meskipun kegiatan lapak baca yang digelar Wafa biasanya hanya diikuti kurang dari 10 orang. Namun, berkat komitmennya, Komunitas Literasi Purbalingga tetap eksis hingga empat tahun berjalan.
Komitmen dan waktu luang adalah kunci keyakinan Wafa masih bertahan hingga empat tahun berjalannya komunitas ini. Selain itu, ia tidak pernah memasang target muluk-muluk, seperti harus menjaring ribuan anggota. “Engga ada tuntutan apa pun,” ujarnya.
Selain aktif di Komunitas Literasi, Wafa juga terlibat dalam komunitas lain, seperti Muda Purbalingga yang fokus pada pendidikan lewat pembinaan belajar dan beasiswa, juga Desamind, organisasi kepemudaan berskala nasional di bidang pengabdian masyarakat. Saat ini, ia menjabat sebagai koordinator Desamind Purbalingga untuk periode 2025, yang akan berakhir pada Januari 2026.
Melalui aktivitasnya, Wafa memiliki pandangan tersendiri memaknai literasi. Menurutnya, literasi bukan sekadar membaca, melainkan kemampuan mengolah informasi menjadi tindakan atau karya nyata. “Input dari membaca dan berdiskusi seharusnya melahirkan output, entah itu karya tulis, aksi, atau bentuk kontribusi lain,” jelasnya.
Harapan besar ia tujukan untuk pemuda Purbalingga. Menurut Wafa, potensi mereka begitu besar, namun kurang didukung wadah yang memadai. Ia berharap semakin banyak anak muda yang berani terjun ke komunitas dan organisasi, agar bisa berkembang sekaligus memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Wafa mengajarkan kita bahwa komitmen sejati bukanlah soal seberapa besar dampak yang dihasilkan dalam waktu singkat, melainkan tentang konsistensi dan ketahanan. Di tengah tantangan, bahkan saat sendirian, ia memilih untuk tetap berjalan. Sikap inilah yang menjadikan Komunitas Literasi Purbalingga lebih dari sekadar perkumpulan, melainkan bukti nyata bahwa komitmen dan ketahanan adalah kunci untuk terus menumbuhkan harapan.
Editor: Anindhiya Chatriana Fadhillah