Majalengka – Nama Lala Diah Pitaloka tidak asing lagi di dunia karate Indonesia. Atlet muda asal Desa Waragati, Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, itu telah menorehkan banyak prestasi sejak usia belia.
Lala, yang lahir pada 17 Mei 2005, kini tercatat sebagai mahasiswa Politeknik Mardira Indonesia, Program Studi Teknik Rekayasa Perangkat Lunak (TRPL). Di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa, ia tetap konsisten berlatih bersama perguruan INKAI Jawa Barat.
Perkenalannya dengan karate dimulai saat duduk di bangku kelas 1 SD. Bukan melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, melainkan dari orang tuanya sendiri yang juga menjadi pelatih. “Sejak kecil saya memang sudah diperkenalkan dengan karate oleh orang tua. Awalnya hanya penasaran, tapi lama-lama jadi semakin tertarik,” ujar Lala.
Perjalanan menuju atlet nasional tentu tidak mudah. Ia terbiasa berlatih enam kali seminggu, bahkan menjelang pertandingan intensitasnya meningkat menjadi dua kali sehari. Latihan bukan hanya soal teknik, tetapi juga fisik, strategi, dan mental. “Dari latihan itu saya belajar disiplin, kerja keras, dan pantang menyerah,” ujar Lala.

Kerja keras tersebut membuahkan prestasi membangakan. Lala pernah mencatatkan prestasi internasional sejak SD dengan menjuarai Banzai Cup di Berlin, Jerman (2015). Prestasinya terus berlanjut di tingkat SMP dengan kemenangan di Internasional De Karate Belgia (2018). Puncaknya, ia pernah menjadi runner-up pada Kejuaraan Dunia di Jakarta yang digelar oleh Federasi Karate Dunia. Terbaru, Lala berhasil meraih juara 1 kategori Kata Perorangan U-21 Putri dan Kata Beregu Senior Putri Kejurnas INKAI 2024.
Selain itu, sederet gelar bergengsi lain juga pernah ia raih, di antaranya:
- 2 Medali Emas South East Asia Piala SBY Cup (2016)
- Juara 1 Indonesia Championship (2016)
- Juara 1 Internasional Karate Shoto (2017)
- Juara 1 Beregu WKF Karate
- Juara 1 Series A (2022)
Namun, perjalanan Lala tidak lepas dari tantangan. Cedera juga menjadi ujian tersendiri baginya. Ia menuturkan, setiap kali mengalami cedera, ia tidak berhenti total, melainkan tetap berlatih dengan fokus pada bagian tubuh lain yang masih bisa digerakkan. “Kalau cedera, saya fokus penyembuhan sambil melatih bagian tubuh lain agar tetap bisa menjaga kondisi fisik dan tidak kehilangan ritme latihan,” ujarnya.

Bagi Lala, orang tua adalah sosok paling berpengaruh dalam perjalanan kariernya. Dukungan dan doa mereka menjadi energi utama. Ia juga selalu memegang teguh satu kalimat motivasi dalam setiap langkahnya: “Jangan berpikir harus menang, tapi berpikirlah jangan sampai kalah.”
Kedepannya Lala berharap bisa menembus ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) dan melahirkan atlet-atlet muda penerusnya. “Saya ingin prestasi ini tidak berhenti di saya saja, tapi juga diteruskan oleh generasi muda karate Indonesia,” tuturnya.
Editor: Lestiani Reza Anjarfari