Purwokerto — Banyumas sejak lama dikenal sebagai salah satu daerah dengan tradisi seni yang kuat, salah satunya Ebeg atau kuda lumping. Pertunjukan ini menghadirkan perpaduan musik gamelan, tarian penunggang kuda anyaman bambu, serta atraksi trance yang membuatnya berbeda dari kesenian tradisional lainnya. Daya tarik inilah yang menjadikan Ebeg bukan sekadar hiburan rakyat, melainkan juga wisata kebudayaan yang terus dicari.
Dalam satu pertunjukan, biasanya terlibat banyak unsur: antara lain penari, penabuh gamelan, hingga pawang yang bertugas menjaga jalannya atraksi. Penonton pun beragam, mulai dari masyarakat desa sekitar hingga wisatawan dan pelajar yang ingin mengenal budaya Banyumas lebih dekat. “Kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi?” ujar Fardo, salah satu penonton yang rutin menyaksikan Ebeg.

Sejak puluhan tahun lalu, Ebeg kerap digelar dalam acara hajatan, khitanan, maupun acara desa. Kini, pemerintah daerah juga mulai mengemasnya dalam festival budaya untuk menarik wisatawan. Lokasi pertunjukan bervariasi, dari halaman rumah warga, lapangan desa, hingga panggung di kawasan wisata.
Bagi masyarakat Banyumas, Ebeg bukan sekadar tontonan, tapi juga simbol kebersamaan. “Saya memang suka seni tradisional. Ebeg ini bagian dari budaya kita, jadi harus dilestarikan,” kata Ipung (39), salah satu warga yang kerap menghadirkan Ebeg di acara keluarganya.
Jalannya pertunjukan biasanya diawali tabuhan gamelan, disusul tarian penunggang kuda, hingga momen trance yang menegangkan, namun tetap terkendali berkat pawang. Sebelum tampil, para pemain berlatih secara rutin di sanggar-sanggar seni. Dengan menjaga konsistensi gerak dan musik agar esensi tradisi tetap terjaga.
Meski zaman modern menghadirkan banyak hiburan populer, Ebeg masih bertahan karena nilai budaya dan nuansa magis yang tidak dimiliki seni pertunjukan lain. Respons masyarakat pun selalu antusias—tepuk tangan, sorakan, hingga decak kagum selalu mengiringi jalannya pertunjukan.
Kini, lewat dukungan komunitas seni dan pemerintah daerah, Ebeg semakin dikenal. Bukan hanya oleh masyarakat lokal, tetapi juga wisatawan dari luar daerah. Dengan cara ini, Banyumas berharap Ebeg tetap hidup, bukan hanya sebagai warisan leluhur, tetapi juga sebagai wajah wisata kebudayaan yang membanggakan.
Editor: Najwa Rahmadani