Purwokerto Utara- Djony Teguh Suprijana atau yang akrab disapa Djonte, merupakan sosok seniman sekaligus tokoh adat yang dikenal luas di wilayah Pabuaran, Purwokerto Utara. Latar belakang pendidikannya di Jurusan Seni Rupa, Universitas Negeri Yogyakarta mengantarkan dirinya pada perjalanan panjang di dunia seni. Selain sebagai seorang seniman, ia juga pernah mengabdikan dirinya sebagai guru Seni Budaya di SMA Negeri 1 Purwokerto dan SMP Negeri 4 Baturaden. Kiprahnya dalam bidang seni tidak berhenti di situ saja, Djonte juga aktif menjadi pelatih les gambar serta sering dipercaya sebagai juri dalam berbagai lomba seni, seperti pantomim dan seni teater lainnya.
Di samping perjalanannya sebagai seorang seniman, Djonte juga terlibat aktif dalam tradisi budaya lokal termasuk di daerah Pabuaran, Purwokerto Utara. Ia mengaku bahwa ketertarikannya pada tradisi begalan membuatnya semakin dekat dengan masyarakat sekitar. “Tradisi begalan pada dasarnya adalah nasihat, di dalamnya ada kata-kata baik yang bisa menjadi pelajaran,” ujarnya. Djonte menjelaskan bahwa begalan bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga sarana untuk menasehati generasi muda sekaligus menjadi kelestarian budaya. Tidak hanya begalan, pada tahun 2023, ia juga dipercaya sebagai salah satu pelaku adat dalam tradisi Mandi Oman di Pabuaran, Purwokerto Utara yang semakin menegaskan komitmennya dalam menjaga warisan budaya Banyumas.
Melalui keterlibatannya tersebut, Djonte berharap karya seni dan aktivitas adat yang dilakukannya dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sekitar. Ia menegaskan, “Harapan saya, apa yang disampikan lewat begalan bisa dijalankan. Dari seni lukis, saya ingin lahir juara-juara baru. Dari pantomim, masyarakat bisa terhibur. Intinya, semua itu untuk melatih kepercayaan diri.” Dengan kata lain, Djonte ingin seni tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga dapat menjadi sumber motivasi dan pengembangan diri bagi masyarakat luas.
Bagi Djonte, pengalaman menjadi seniman sekaligus tokoh adat membawanya pada berbagai momen berharga, termasuk kesempatan berjumpa dengan para seniman lain dan memperluas jaringan relasi sosialnya, serta dikenal banyak orang. Ia menegaskan sebuah prinsip yang selalu ia pegang, yakni membahagiakan orang lain serta menjalin persahabatan sebanyak mungkin. “Prinsip saya sederhana, membahagiakan orang lain dan memperbanyak sahabat. Itu alasan yang membuat saya bisa terus bertahan,” katanya.
Selain aktif dalam seni pertunjukan dan tradisi adat, Djonte juga menyalurkan bakatnya melalui seni lukis. Sejak masa pandemi Covid-19, ia mulai menjual karya-karyanya secara daring, dan kemudian melanjutkan penjualannya di car free day depan GOR Satria Purwokerto. Menariknya, lukisan yang ia tawarkan tidak dipatok dengan harga tetap, melainkan dibayar seikhlasnya oleh pembeli. “Awalnya saya melukis hanya untuk menghilangkan stres. Kalau ada yang mau membeli, saya serahkan soal harga kepada mereka. Biasanya, saya melukis wajah pembeli, tetapi untuk karya pribadi di kanvas saya lebih suka membuat lukisan yang memiliki makna,” jelasnya.

Melihat perkembangan seni dan adat Banyumas, Djonte memiliki harapan besar agar generasi muda mau melanjutkan pelestarian budaya. Ia menyampaikan, “Semoga seni dan adat, terutama begalan bisa terus bertahan. Saya ingin membuat karya yang tidak sekadar menggambarkan pemandangan atau wajah, tetapi juga memiliki arti dan pesan yang mendalam,” ucapnya.
Kiprah panjang Djony Teguh Suprijana membuktikan bahwa seni dan adat merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Melalui berbagai karya seni dan tradisi yang ia geluti, Djonte berusaha mengukir kehidupan masyarkat Banyumas dengan nilai-nilai luhur, nasehat bijak, serta persahabatan yang selalu ia sebarkan.
Editor: Sinta Rahmawati